Muhammadiyah: Autopsi Siyono Dihadiri Dokter Polri
- VIVA/Nadlir
VIVA.co.id - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas, menampik anggapan bahwa autopsi yang dilakukan kepada jenazah Siyono oleh tim independen PP Muhammadiyah hanya sepihak.
Menurut Busyro, dalam kesempatan tersebut, turut juga seorang dokter forensik perwakilan dari Polda Jawa Tengah yang ditugaskan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Selain sembilan dokter forensik gabungan dari PP Muhammadiyah.
"Kami lakukan komunikasi dengan Kapolri. Kami senang sekali akhirnya Kapolri menugaskan dokter forensik dari Polri. Jadi sembilan dokter forensik independen, satu dokter forensik dari Polda Jateng. Autopsi tidak sepihak dan cukup fair," ujar Busyro di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Menteng Jakarta Pusat, Senin, 11 April 2016.
Busryo mengatakan, proses autopsi untuk mencari sebab kematian terduga teroris Siyono menjadi pelajaran yang penting bagi masayarakat.
"Masyarakat agar terdidik, tidak terkesan diberi opini sesat, melalui autopsi tersebut masyarakat tahu kebenarannya," ujar Busyro.
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menegaskan, PP Muhammadiyah mendukung penegakan hukum yang bermartabat dalam pemberantasan terorisme.
"Siyono dikatakan gembong, kalau gembong kenapa tak dilumpuhkan. Proses pemberantasan terorisme sudah 17 tahun. Ini masalah serius, kenapa tak berhenti adanya korban, sudah 121 orang," tuturnya.
Untuk itu, PP Muhammadiyah akan terus melakukan advokasi atas meninggalnya bapak lima anak asal Klaten, Jawa Tengah tersebut. Nantinya hasil autopsi yang ada akan diserahkan ke Komnas HAM untuk ditindaklanjuti.
Seperti diketahui, tim dokter forensik independen dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah melakukan autopsi kematian Siyono 3 April pekan lalu. Hari ini, Komnas HAM dan PP Muhammadiyah serta sejumlah aktivis mengumumkan hasil autopsi tersebut.
Ada empat kesimpulan hasil autopsi kematian pria terduga teroris itu. Pertama, tidak benar bahwa Kepolisian telah melakukan autopsi jenazah Siyono sebelumnya. Karena itu, autopsi yang dilakukan tim dokter forensik independen adalah autopsi yang pertama.
"Ini autopsi pertama, tidak benar Densus sebut sudah lakukan autopsi. Kalau CT-Scan iya," kata Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Menteng Jakarta Pusat, Senin 11 April 2016.
Kedua, tidak betul kematian Siyono akibat pendarahan hebat di Kepala. Alasannya hasil autopsi tidak menunjukkan demikian.
"Memang ada bekas pukulan di kepala tapi itu bukan penyebab kematian. Tidak ada pendarahan di kepala, lah ini kok aneh polisi tahu tapi belum melakukan autopsi," ujarnya.
Ketiga, ada pendarahan hebat akibat patah pulang dibagian dada yang menusuk jantung. "Jadi patah tulang itu berujung pada terkenanya jantung. Itu penyebab kematiannya," tegas Dahnil.
Terakhir, dari hasil autopsi diketahui pula tidak ditemukan adanya upaya perlawanan yang dilakukan Siyono, meski medapat kekerasan yang diduga dilakukan anggota Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Mabes Polri.
"Tidak ditemukannya indikasi perlawanan dari korban. Darimana? Tidak ada luka tangkis yang bentuknya perlawanan misal di siku korban," ujar Dahnil. (ase)