Keluarga 10 WNI Cemas Menanti Pembebasan Sandera
- Agustinus Hari/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Dua pekan sudah 10 warga negara Indonesia (WNI), awak kapal tunda Brahma 12, disandera kelompok militan di Filipina selatan, Abu Sayyaf. Tenggat waktu pembayaran tebusan untuk mereka telah lewat, yaitu pada 8 April 2016 lalu.
Pemerintah menyatakan pihak perusahan pemilik kapal tunda Brahma 12, PT Patria Marine Line, bersedia memenuhi tuntutan kelompok Abu Sayyaf untuk membayar tebusan sekitar Rp15 miliar.
Namun, Sopitje Salemburung, ibunda dari Kapten kapal Brahma 12, Peter Tonsen Barahama, mengatakan sampai saat ini belum ada informasi perkembangan terbaru dari perusahan, terkait upaya pembebasan anggota keluarga mereka.
“Kami belum diberitahu kalau sudah membayar tebusan. Yang pasti kami akan terus menunggu dan menunggu,” katanya didampingi suaminya, Charlos Barahama, Minggu, 10 April 2016 di Manado, Sulawesi Utara.
Selain menunggu kabar dari perusahan, lanjut Sopitje, pihak keluarga menunggu perkembangan dan upaya yang dilakukan pemerintah.
“Kami terus memantau pemberitaan media. Kami tahu pemerintah terus berupaya. Tapi kalau sudah dua minggu belum jelas keberadaan anak saya dan teman-temannya, entah kepada siapa lagi kami harus bertanya. Kami bingung,” ujar pensiunan guru ini.
Di tengah ketidakpastian ini, Sopitje hanya bisa berharap dan berdoa, agar anaknya, Peter, dan rekan-rekannya sesama pelaut dibebaskan Abu Sayyaf. “Kami sudah kehabisan kata-kata. Hanya menunggu dan menunggu sampai kapan pun,” tutur Sofitje.
Seperti diketahui, upaya pembebasan 10 WNI ini bergantung pada militer setempat, karena Filipina melarang adanya kekuatan militer asing memasuki wilayahnya. Sejauh ini, selain 10 WNI, setidaknya ada 8 orang lain yang disandera kelompok Abu Sayyaf. (ase)