Filipina Dinilai Setengah Hati Bebaskan WNI dari Abu Sayyaf
- VIVA.co.id/Istimewa
VIVA.co.id - Hingga kini nasib kejelasan pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf belum menemui titik terang. Tentara Nasional Indonesia sendiri hingga kini tak bisa berbuat
banyak, karena Filipina melarang militer dari negara lain masuk ke wilayahnya.
Dalam upaya pembebasan, Filipina dituding setengah hati dan terkesan tak mau ambil banyak risiko. Apalagi selama ini kelompok Abu Sayyaf memang sulit ditumpas dari bumi Filipina.
"Maka itu yang menyebut tenggat batas waktu penebusan 10 WNI kan bukan dari pihak Abu Sayyaf, melainkan dari pemerintah Filipina. Karena, mereka mungkin tak mau ambil pusing, makanya disuruh barter saja, bayar tebusan," kata Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said kepada tvOne, Jumat, 8 April 2016.
Dirinya menduga, ada pertimbangan politik yang menjadi ganjalan Filipina untuk melakukan tindakan terhadap kelompok Abu Sayyaf. Apalagi Filipina bakal mengelar pemilu Mei mendatang. Salim sendiri heran jika Filipina melarang militer Indonesia masuk, karena meski memang tampak tak sopan, tetapi militer Amerika Serikat justru bolak-balik melakukan aktivitas di sana.
"Kenyataanya di Filipina Selatan (daerah yang dikuasai Abu Sayyaf) tidak pernah bisa diselesaikan. Mungkin ada pertimbangan politik yang kita tidak ketahui. Maka itu, sebenarnya kita membutuhkan negosiator yang mereka atau kelompok Abu Sayyaf hormati," kata Salim.
Sejauh ini Filipina memang tampak segan dengan Timur Tengah dan Amerika Serikat. Tetapi, tentu akan sulit juga, sebab Amerika Serikat, kata dia, sejauh ini selalu ogah untuk berunding. Sementara Timur Tengah juga tengah dilanda konflik.
"Kalau perusahaan misal bayar tebusan, tentu tak akan jadi pembelajaran buat Indonesia. Sebab, Abu Sayyaf pasti akan melakukan hal yang sama lagi ke depan. Ini kan jelas pemerasan. Tetapi, memang satu jalan yang risikonya paling kecil ya membayar tebusan, meski menawar jumlah tebusannya," kata Salim.