Sengketa PLTU Batang Belum Usai, Ladang Warga Sudah Rusak
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Hampir berjalan dua pekan, konsorsium PT Bhisemena Power Indonesia menutup akses warga di kawasan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Batang jawa Tengah. Akibatnya warga setempat tidak bisa lagi memanfaatkan lahan pertanian mereka.
"Kondisi di lapangan usai 24 Maret lalu, ada penutupan seluruh akses lahan warga. Akibat penutupan, warga tak bisa memanen hasil sawahnya," kata juru kampanye Energi Greenpeace Indonesia Desriko Malayu Putra, Kamis 7 April 2016.
Penutupan akses itu, menurut Desriko, jelas mengecewakan warga sebab hingga kini belum ada status hukum atas lahan yang kini hendak dikelola oleh PT BPI.
"Tapi nyatanya warga dibatasi. Itu untuk memperlemah daya tawar masyarakat agar mau tak mau menjual lahannya," ujarnya.
Baca Juga:
Sejauh ini, Desriko melihat ada keterlibatan pihak keamanan dan pemerintah setempat di lokasi PLTU Batang.
"Perusahaan dikawal polisi Brimob senjata lengkap, turun ke lapangan, turun ke lahan-lahan yang tersisa." tuturnya.
Bahkan secara langsung Wakil Bupati Batang Soetadi, juga ikut menutup lahan di PLTU Batang dari akses warga.
"24 Maret kemarin, Wakil Bupati datang langsung ke lapangan, memasangkan pagar. Sejak itu warga tak bisa masuk ke lahan. Masuknya lewat bawah jembatan. Mereka disuruh oleh security. Sekarang bawah jembatan juga ditutup. Bahkan kami dengar panen warga diacak acak, warga diiming-imingi dapat ganti rugi," kata Desriko.
Proyek PLTU Batang merupakan proyek mangkrak sejak tahun 2012. Oleh Presiden Joko Widodo, pada Agustus 2015, proyek ini resmi dilanjutkan.
PLTU Batang diproyeksi akan membantu menyokong energi listrik nasional. Kapasitas terpasang PKTU Batang akan dibangun sebesar 2x1000 megawatt. Namun proyek Jepang ini selalu tertunda lantaran ada masalah dalam pembebasan lahan yang dimiliki oleh warga sejak lama.