Fadli Zon Minta Sanusi Ungkap Semua Penerima Suap Reklamasi
VIVA.co.id – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, meminta Ketua Komisi D DPRD DKI, M. Sanusi, agar membeberkan semua pihak yang terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta, serta Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Saya kira apa yang diketahui saudara Sanusi dibuka saja ke publik, supaya kita tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan tidak boleh ditutup-tutupi. Termasuk kalau menyangkut eksekutif yang terlibat," katanya di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 5 April 2016.
Fadli meyakini, aliran dana dalam suap ini juga melibatkan eksekutif di Pemprov DKI Jakarta.
"Tidak mungkin tak ada keterlibatan eksekutif. Pasti ada keterlibatan eksekutif disana, dan reklamasi sudah berlangsung," tuturnya.
Wakil Ketua DPR RI ini menambahkan, partainya menghormati dan mendukung proses yang sedang dilakukan KPK untuk membongkar kasus ini.Â
"Tapi KPK juga tidak boleh tebang pilih karena harus menetapkan orang-orang yang keterlibatannya lebih besar dan jauh," ujar Fadli.
Terkait kasus suap terkait Raperda tentang proyek reklamasi ini, Fadli melihat, kinerja KPK sejauh ini sudah bagus. "Kita lihat KPK cukup serius. Orang-orang yang terlibat harus diganjar dengan adil," tegasnya.
Saat ini, penyidik KPK baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda Prihantoro serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai adanya keterlibatan pihak-pihak lain.
Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (ase)