Kekerasan Aparat kepada Petani Dongi-Dongi Dikecam
- ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
VIVA.co.id – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam penembakan yang dilakukan oleh aparat terhadap petani di Dongi-Dongi, Sulawesi Tengah pada 28 Maret 2016. Penembakan terjadi saat para petani akan melakukan aksi massa, demonstrasi atas ketidakadilan yang dialami petani, buruh dan penambang dalam pengelolaan sumber daya agraria.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, saat massa aksi sampai di Ranoromba, mereka ditahan polisi dan digeledah agar tidak membawa senjata tajam dan rep (bongkahan batu yang mengandung emas). Padahal rep tersebut akan mereka jual di Poboya untuk kebutuhan logistik saat aksi (makan, minum dan bahan bakar kendaraan)," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, melalui rilis pers, Kamis 31 Maret 2016.
Haris melanjutkan, saat negosiasi terjadi, ada seruan "maju sudah" yang artinya terus jalan oleh sejumlah orang dan teriakan tersebut lantas dianggap polisi sebagai rencana mendobrak blokade aparat. Satuan aparat kemudian menembakkan gas air mata. Akibatnya massa yang berada di dalam mobil turun dan berlarian.
"Kemudian pihak keamanan mulai menembak massa secara membabi buta. Beberapa orang tertembak," tambahnya.
Menurut Haris, kejadian serupa yaitu intimidasi terhadap gerakan tani juga terjadi beberapa tahun silam. Pengebirian dan penculikan terhadap 13 petani dari Desa Dongi-dongi dan Kamamora di Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah terjadi pada 28 Januari 2014 saat mereka sedang mengolah lahan. Insiden itu terjadi bertepatan dengan pembukaan Kongres Forum Petani Merdeka (FPM) di Dongi-Dongi yang merupakan organisasi para petani tersebut bernaung.
"Sederet peristiwa yang terjadi ini menjadi potret buruk aparat yang menggunakan kekuatannya secara sewenang-wenang dan abai menjadi pelindung bagi masyarakat," ujarnya.
KontraS karena itu meminta Pemda Sulteng agar meminta pihak keamanan seperti polisi dan tentara untuk tidak meneruskan perilaku beringas terhadap masyarakat. Polda Sulawesi Tengah juga diminta melakukan penindakan terhadap seluruh jajaran polisi yang melakukan kekerasan.
Selain itu, KontraS juga mendesak agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera melakukan penyelidikan terkait peristiwa kekerasan dan pelanggaran terhadap Pasal 25, 29, 33 dan 34 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagaimana fungsi dan tugasnya yang merupakan amanat dari Pasal 89 (3) UU Nomor Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Sementara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus memberikan perlindungan yang efektif bagi seluruh korban dan warga yang merasa ketakutan atas teror dan intimidasi akibat terjadinya peristiwa tersebut.