Polisi Bongkar Pabrik Daur Ulang Cokelat Kedaluwarsa
- Nur Faishal/Viva.co.id
VIVA.co.id – Orang tua tampaknya harus lebih berhati-hati membelikan anaknya jajanan di sekolah. Sebab, bisa jadi penganan yang dibeli merupakan makanan kedaluwarsa dengan kemasan yang didaur ulang sehingga terlihat baru. Tentu saja, penganan seperti itu akan mengganggu kesehatan dan tak layak konsumsi.
Jajanan macam itu kini sudah beredar di Jawa Timur. Makanan ringan berbentuk cokelat dan wafer hasil daur ulang ini diungkap Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, pada sebuah rumah di Tanjekwage, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis, 31 Maret 2016.
Di rumah ini, penganan cokelat dan wafer kedaluwarsa diproduksi ulang oleh warga Tanjekwage berinisial HI (39). Dari pengamatan VIVA.co.id, di dalam rumah itu terlihat beberapa mesin untuk memproduksi ulang wafer dan coklat. Layaknya industri mikro lainnya, rumah yang dia sewa sejak 2013 itu, juga dijadikan sebagai gudang.
Direktur Reskrimsus Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Nurrachman, menjelaskan cara HI memproduksi ulang wafer kedaluwarsa. Awalnya, HI membeli bahan ampas wafer kering dari sejumlah pabrik di Surabaya dan Sidoarjo. Kemudian, wafer sisa itu ditambahi cokelat. "Didaur ulang sehingga tampak baru," ujarnya saat menunjukan barang bukti.
Wafer dan cokelat yang siap jual kemudian dibungkus dengan kemasan kertas kotak bergambar karakter kartun 'Upin dan Ipin'. Di kemasan, juga tertulis semacam merek produk tersebut yaitu 'Cado Cabin-net' dan kado kotak timba. Setiap cokelat dijual dengan kisaran harga Rp15 ribu sampai Rp35 ribu.
Nurrachman mengatakan, jajanan cokelat itu dijual HI ke berbagai sekolah, terutama SD di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Bangil, dan daerah lain di sekitar Jawa Timur. "Tidak menutup kemungkinan beredar di luar Jatim," ucapnya.
Selain karena menggunakan bahan kedaluwarsa, usaha HI ini ternyata tidak dilengkapi izin usaha dan kesehatan dari pemerintah. "Izin usaha tidak ada, izin edar tidak ada, sertifikat halal juga tidak ada, apalagi izin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) juga tidak ada. Cokelat ini benar-benar tidak layak dikonsumsi," tegas Nurrachman.
HI kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan diamankan di Markas Polda Jatim. Polisi juga menyita sejumlah peralatan produksi seperti mesin pemanas cokelat, kotak cetak, kemasan pembungkus, serta bahan baku wafer dan cokelat.
Tersangka dijerat dengan Pasal 62 dan 8 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta Pasal 142 Undang-Undang Pangan. "Ancamannya paling lama lima tahun penjara," tutur Nurrachman.
Sementara itu, Nur Hasanah, warga yang rumahnya berada di samping tempat produksi HI, mengaku tahu bahwa di rumah tersebut tersangka memproduksi cokelat. Namun, dia tidak tahu bahwa cokelat bikinan HI ilegal dan berbahaya dikonsumsi.
"Dia (tersangka) nyewa rumah Embah saya yang sudah meninggal itu untuk membuat cokelat," terangnya.