Komnas HAM Sebut Istri Siyono Sering Diteror
- VIVA.co.id/D.A Pitaloka
Rumahnya di Klaten, Jawa Tengah, juga terus didatangi orang tak dikenal, untuk memintanya menandatangi surat berisi janji, agar Suratmi tak menuntut kematian sang suami.
"Setiap hari ada orang-orang yang meminta ibu Suratmi untuk menandatangani surat yang intinya mengikhlaskan kepergian suaminya, tidak menuntut secara hukum dan tidak diminta untuk diautopsi, padahal ibu Suratmi tidak mau menandatangani surat tersebut." kata Siyane usai melakukan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung MUI, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Maret 2016.
Siyane juga menyayangkan adanya gerakan sistematis yang dilakukan aparat desa, untuk mempengaruhi warga dan mengajak untuk menolak pemakaman jenazah Siyono di kampung mereka, jika pihak keluarga tetap melakukan autopsi.
"Warga terutama tokoh mayarakat di sana juga menolak autopsi, kalau sampai diautopsi, Siyono dilarang dikuburkan kembali di situ. Kami melihat ini ada potensi koflik horizontal," ujar Siyane.
Siyane menambahkan, dia juga mendapatkan informasi bahwa Kapolda Jawa Tengah, sampai menghubungi Ketua PP Muhammadiyah bidang hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, untuk meninjau kembali upaya autopsi tersebut.
"Kapolda juga telepon Pak Busyro untuk pikirkan kembali autopsi ini. Kami tidak ingin membenturkan konflik horizontal. Kapolri juga mempersilahkan autopsi, itu justru bisa membuktikan secara medis sebetulnya apa penyebab kematiannya," terangnya.
Lewat autopsi dokter forensik profesional, menurut Siyane, fakta medis penyebab kematiannya akan terungkap sehingga masyarakat bisa mendapatkan kepastian. Jika tidak, justru ini berimplikasi keraguan masyarakat pada pihak Kepolisian khususnya Detasemen Khusus (Densus) 88 antiteror.
“Karena kita semua ingin tahu apa yang terjadi dengan kematian Siyono, jangan kemudian logikanya dibalik kita membela teroris."
(mus)