KPK Geledah Gedung Rektorat Universitas Airlangga
- Ali Azumar
VIVA.co.id - Penyidik KPK melakukan serangkaian penggeledahan terkait dugaan korupsi dalam pembangunan serta peningkatan sarana prasarana RS Khusus Infeksi Universitas Airlangga.
Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menyebut salah satu lokasi yang menjadi tempat geledah adalah Kantor Rektorat Unair.
"Penyidik hari ini geledah kantor Rektorat Unair sejak jam 10 sampai saat ini berlangsung," kata Yuyuk di kantornya, Rabu 30 Maret 2016.
Yuyuk menambahkan, penyidik sebelumnya juga telah melakukan penggeledahan di Kantor PT Pembangunan Perumahan (PP) divisi operasi 3 di Jalan Raya Juanda nomor 1 Sidoarjo. "Dari lokasi, penyidik menyita dokumen hard copy dan soft copy seperti kontrak dan dokumen keuangan," ujar dia.
Menurut Yuyuk, penyidik menggeledah kantor tersebut karena PT PP merupakan salah satu kontraktor pemenang proyek yang terindikasi korupsi itu. Dia menyebut penyidik masih akan mendalami kasus tersebut, termasuk dugaan perusahaan La Nyalla Mattalitti yang menjalin Kerjasama Operasi dengan PT PP terkait proyek tersebut.
"Akan ditelusuri apakah hanya PT PP atau perusahaan lain yang ikut tender dua objek yang satu itu rumah sakit yang satu sarana dan prasarana rumah sakit," ujar dia.
Diketahui penyidik KPK telah resmi menetapkan mantan Rektor Universitas Airlangga, Fasichul Lisan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Dia diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan RS Khusus Infeksi Unair serta terkait peningkatan sarana prasarana RS Khusus Infeksi Unair.
Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menyebut pembangunan Rumah Sakit tersebut berdasarkan anggaran Dipa tahun 2007-2010 sementara peningkatan sarana prasarana Rumah Sakit bersumber dari Dipa 2009.
Penyidik menduga Fasichul selaku Rektor sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek yang bernilai kurang lebih Rp300 miliar itu.
'Negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp85 miliar," ujar Yuyuk.
Atas perbuatannya tersebut, Fasichul disangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 6 ayat 1 KUHPidana.