Polisi Mengeluh Pembelaan HAM Tak Adil kepada Aparat
- VIVA.co.id/Syaefullah
VIVA.co.id – Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Irjen Pol Anton Charliyan tidak mempermasalahkan jika ada sejumlah pihak yang mempertanyakan kematian terduga teroris Siyono yang menurut Kepolisian melakukan perlawanan terhadap anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror beberapa waktu lalu. Namun Anton menyayangkan kalau pembelaan HAM tidak disebut-sebut tatkala yang menjadi korban teroris adalah aparat Kepolisian maupun TNI.
"Jadi, ini betul-betul kecelakaan. Tapi, silakan saja seandainya itu memang mau dikatakan melanggar HAM atau yang lainnya silakan saja," kata Anton Charliyan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 28 Maret 2016.
Siyono beberapa pekan lalu diketahui tewas setelah dua hari dijemput Densus 88. Siyono menurut Kepolisian adalah anggota Neo Jamaah Islamiyah (NJI) . Setelah Siyono tewas, keluarga terduga teroris diminta Kepolisian menandatangani surat bahwa tidak akan mengajukan tuntutan.
Anton juga menyebutkan bahwa yang pertama melakukan pemukulan terhadap aparat adalah Siyono sendiri.
"Justru ketika orang yang jelas-jelas bisa kita buktikan berdasarkan saksi, berdasarkan bukti bahwa dia adalah seorang petinggi teroris dikatakan melanggar HAM. Dari situ saja Polri sudah disudutkan," katanya.
Anton mengatakan, apabila anggota Polri dan TNI terus disudutkan, maka bisa berdampak lebih buruk terhadap kinerja aparat. Pula akan melemahkan mental anggota Kepolisian di lapangan.
"Kita katanya tidak takut terorisme tetapi jangan sampai ada satu grand design untuk menyudutkan Polri, karena memang mereka ahli dalam publikasi dan provokasi terorisme. Bahwa SY (Siyono) adalah panglima," katanya lagi mengenai peran dan posisi Siyono tersebut.