Jokowi Diingatkan Susahnya Mengelola Blok Masela di Darat
Senin, 28 Maret 2016 - 13:53 WIB
Sumber :
- ANTARA/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id - Salah satu anggota Pengurus Forum Doktor Ilmu Politik - Universitas Indonesia (FDIP - UI), Connie Rahakundi Bakrie, mendapat kesempatan melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo. Dalam pertemuan itu dia menyampaikan pandangannya terkait pengelolaan blok minyak dan gas (migas) Masela.
Presiden Jokowi sudah memutuskan agar pengelolaan dan pengembangan Masela ini dilakukan secara onshore atau di darat. Namun, Connie mengatakan, untuk membangun di darat juga harus dilihat ketahanan dari wilayah itu. Apalagi, pembangunan Masela adalah proyek yang besar.
Â
"Saya ingatkan ke bapak Presiden bahwa pulau Yamdena itu sangat kecil. Kalau dibandingkan dengan Kalimantan, 1 berbanding 123. Jadi kalau kita berpikir akan dibangun multiproyek di sana, itu harus diingat bagaimana ketahanan pulau itu sendiri," jelas Connie, di Istana Negara, Jakarta, Senin 28 Maret 2016.
Â
Connie mengaku, dia lebih setuju dibangun di laut atau offshore. Sebab, posisinya juga tidak terlalu jauh dengan proyek gas yang dimiliki Australia, yakni Barossa. Ini dianggap bisa menjadi efek deterrence bagi Indonesia.
Â
Selain itu, lanjut dia, masalah tanah adat dan ulayat perlu juga untuk diperhatikan. Connie, yang merupakan President Indonesia Institute For Maritime Studies ini, menilai ini akan menjadi masalah yang serius.
Â
"Bisa di contohkan saat lanal (pelabuhan angkatan laut) kita dibangun di sana. Itu lanal sampai ujung pasir punya lanal, Angkatan Laut. Tetapi saat kapal angkatan laut mau dibawa tidak boleh karena secara adat, lautnya belum dibeli. Ini salah satu contoh, kita di Jakarta tidak mengenal hal-hal seperti ini," jelas dia.
Â
Walau Presiden sudah memutuskan membangun di darat namun Connie mengaku apa yang ia sampaikan itu dicatat dengan serius oleh orang nomor satu di Indonesia itu.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Selain itu, lanjut dia, masalah tanah adat dan ulayat perlu juga untuk diperhatikan. Connie, yang merupakan President Indonesia Institute For Maritime Studies ini, menilai ini akan menjadi masalah yang serius.