Terpidana Korupsi Meninggal, Ahli Waris Bayar Denda

Uang Rupiah
Sumber :

VIVA.co.id - Menyelewengkan uang negara tetap harus dipertanggungjawabkan meski sudah meninggal dunia. Seperti dialami mantan Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Surabaya, Marialdus, terpidana korupsi uang pendaftaran perkara.

 
Kasus ini terjadi pada 1993, saat Marialdus menjabat sebagai Panitera Sekretaris PN Surabaya. Modusnya, Marialdus tidak memasukkan uang pendaftaran perkara gugatan ke kas negara.
 
Tapi, dipakainya untuk kepentingan pribadi. Selain uang gugatan, ia juga menyelewengkan uang pelaksanaan eksekusi.
 
Kejaksaan mengusut dan Marialdus pun jadi pesakitan di pengadilan. Perkaranya bergulir dari tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung. Melalui proses pengadilan, ia dinyatakan terbukti bersalah dan divonis penjara selama lima tahun dan ganti kerugian negara Rp600 juta.
 
Metode Perhitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah Jadi Sorotan
Marialdus sudah menjalani hukuman selama lima tahun. Tapi, sebelum membayar uang pengganti kerugian negara Rp600 juta, dia meninggal dunia.
 
KPK Sebut Kasus Eks Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tak Sama dengan Harun Masiku
"Karena uang negara belum kembali, tetap kami gugat," kata Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Didik Farkhan Alisyadi, dihubungi VIVA.co.id pada Sabtu malam, 26 Maret 2016.
 
KPK Usut Jual Beli Aset Milik Anggota DPR Anwar Sadad di Kasus Dana Hibah Jatim
Dia menjelaskan, saat perkara ini diproses, kasus korupsi masih menerapkan KUHP. UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum berlaku. Di undang-undang yang lama, belum diatur pidana penjara bisa menggantikan kerugian negara jika terpidana tidak mampu membayar. "Belum ada subsidernya," ujar Didik.
 
Imam Cahyono, jaksa yang ditunjuk menangani gugatan terhadap Marialdus, mengatakan bahwa pengembalian kerugian negara itu dibebankan kepada ahli warisnya, karena sang terpidana sudah meninggal dunia. "Karena ini menyangkut uang negara, ganti rugi tidak bisa gugur atau hangus," ujarnya.
 
Satu-satunya jalan agar uang negara itu kembali, lanjut Cahyono, ialah dengan menggugat secara perdata. Dengan begitu, diharapkan pengadilan mengeluarkan putusan yang bisa dipakai dasar oleh kejaksaan untuk mengeksekusi paksa kerugian negara dari pihak terpidana.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya