Kisruh Uber dan Grab Akibat Kelambanan Pemerintah

Sopir taksi demo tolak Uber
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, menyatakan kisruh antara taksi konvesional dan online muncul karena pemerintah lamban merespons hal tersebut. Sebaliknya, menurut Sarman, adanya taksi online merupakan bentuk  keinginan warga khususnya di Jakarta yang membutuhkan transportasi lancar dan aman.

Batas Waktu Syarat Angkutan Aplikasi Ditegaskan Fleksibel

“Yang pakai Uber langsung dijemput ke rumah, Gojek juga. Jadi sangat berbeda dengan yang konvensional. Kemudian lebih murah, ini yang membuat konsumen lari ke sana,” ujar Sarman di Jakarta, Sabtu 26 Maret 2016. 

Alhasil, lanjut Sarman, saat ini 40-50 persen konsumen menjadi lebih tertarik menggunakan taksi berbasis online.

Pemilik Taksi Online Enggan Ganti Pelat Kuning

Sarman pun menyadari, dengan adanya taksi online justru hal itu membuat rugi para pengusaha taksi konvensional. Dan pada titik ini, taksi konvensional melihat taksi online itu tak memiliki izin sebagai armada transportasi umum.

Oleh karenanya, Sarman menyatakan pemerintah sangat lamban merespons hal tersebut. Sebab, Dinas Perhubungan DKI Jakarta diketahui telah melayangkan surat permohonan pemblokiran aplikasi penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak September 2014. Tapi hal itu tidak direspons.

Ini Keuntungan Jadi Sopir Uber dan Grab

“Di sini yang kami lihat peran koordinasi yang diberikan (pemerintah pusat) sangat lemah, sehingga terjadi aksi kemarin, baru pemerintah sadar,” ujarnya.

Sarman menyayangkan dengan terjadinya aksi oleh para sopir taksi di jalanan, hal itu berimbas meruginya sejumlah sektor perekonomian.

“Banyak kerugian akan demo itu. Jalur perpindahan barang atau logistik jadi terganggu, karyawan banyak tidak kerja, mall juga sepi,” katanya.

Oleh karena itu, dia mendesak agar pemerintah harus cepat merespons dan memberikan kejelasan dengan perkembangan transportasi tersebut.

“Kalau dilegalkan yah dilegalkan. Jangan dibiarkan. Sekarang kita lihat fenomenanya dulu lahir banyak ojek-ojek mangkal itu tidak ditertibkan, padahal melanggar undang-undang. Pas ada Gojek kenapa diprotes?” tuturnya.

Presiden Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata.

Grab: Aturan STNK Khusus Jauhi Prinsip Ekonomi Kerakyatan

Aturan ini sangat merugikan mitra pengemudi Grab.

img_title
VIVA.co.id
17 Maret 2017