Analisa Akar Kericuhan dan Kerusuhan di dalam Lapas
- ANTARA/Ade Sapri
VIVA.co.id – Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Akbar Hadi, merespons kerusuhan dan berujung pembakaran Rutam Tahanan (Rutan) Malabero, Bengkulu, Jumat malam, 25 Maret 2016. Hadi mengatakan banyak problem yang mendorong dan menjadi akar dari kericuhan di dalam Lapas atau Rutan. Jadi, tak hanya akibat perlawanan terhadap penggeledahan narkoba di dalam Lapas atau Rutan.
Dia mengatakan isu kapasitas Lapas atau Rutan yang berlebih (over capacity) menjadi salah satu pendorong seringnya kericuhan di dalam Lapas dan Rutan. Ia mengakui isu ini sudah lama berhembus dan Kementerian mengakuinya.
"Rutan (Malabero) memang over kapasitas, itu bangunan peninggalan Belanda yang mudah dijebol. Kondisi kamar memang over capacity," kata dia dalam wawancara tvOne, Sabtu petang, 26 Maret 2016.
Untuk mengurai masalah kapasitas yang berlebih, Hadi berpendapat, sebaiknya mulai ada kebijakan yang tidak mengirimkan para pencandu narkoba ke dalam Lapas atau Rutan. Menurutnya, sebagai alternatif pecandu sebaiknya direhabilitasi di tempat lain, misalnya di Badan Narkotika Nasional (BNN) atau di Kementerian Sosial.
Sayangnya, keinginan ini masih jauh dari panggang api. Sebab ketentuan undang-undang selama ini menghukum narapidana dengan pidana penjara. "Mana ada UU yang bukan (berakhir) dengan pidana penjara," ujarnya.
Problem lain yang menambah potensi kericuhan di Lapas, kata dia, adalah munculnya pengetatan remisi bagi para narapidana narkoba, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Remisi.
"Pengetatan ini berpengaruh kepada perilaku mereka. Reward mereka dibatasi. Mereka kemudian berpikir, untuk apa lagi berkelakuan baik (kalau tak dapat remisi). Makanya, perlu ada revisi PP 99 untuk narapidana narkotika, untuk kurangi jumlah narapidana," jelas dia.
Hadi mengatakan potensi kericuhan di dalam Lapas maupun Rutan juga tak lepas dari dukungan SDM yang minim. Terlebih, Hadi mengakui bahwa kualitas, kapasitas serta kuantitas SDM tergolong minim.
"Misalnya di (Rutan) Bengkulu hanya dijangkau 4 orang, yang harus menjaga 259 narapidana. Mereka bekerja 24 jam. Tiga blok dijaga satu orang dan itu dia berputar-putar," kata dia.
Sementara secara kuantitas, dari tahun ke tahun, jumlah SDM yang menjaga Lapas dan Rutan kian berkurang, dengan banyaknya petugas yang pensiun dan tersangkut sanksi berat.
Terkait opsi untuk membangun sarana prasarana Lapas dan Rutan yang kokoh dan tak bisa dijebol, menurut Hadi sebenarnya opsi yang lumayan solutif. Tapi untuk membangun Lapas baru dan dan memperkuat Lapas lama butuh waktu yang tidak singkat. "Butuh waktu 3-5 tahun untuk itu. Jadi tidak efektif," katanya.
Diberitakan sebelumnya, kebakaran terjadi pada Jumat malam di Rutan Malabero, Bengkulu. Insiden ini menyebabkan 5 orang tahanan tewas.
Direktorat Jenderal Lapas melansir kronologi bentrok aparat dan tahanan hingga kebakaran yang terjadi pada Jumat malam, 25 Maret 2016 tersebut.
Sekitar pukul 20.30 WIB pada Jumat malam, BNN Provinsi melakukan penggeledahan di Rutan Bengkulu. Namun terjadi perlawanan oleh tahanan dengan menjebol pintu hunian D. Lalu para tahanan membakar hunian A, B dan C kecuali blok wanita. Bentrok terjadi, otoritas Rutan kemudian meminta bantuan Polda Bengkulu untuk pengamanan.