DPR Desak Pemerintah Proses Hukum Kapal Tiongkok

Kapal Penjaga Pantai China.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id – Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris meminta masalah kapal Tiongkok yang memasuki perairan Indonesia, diteruskan secara hukum. Dia mendukung sikap pemerintah yang mengeluarkan nota protes terhadap pemerintah China.

Perkuat Keamanan Laut, Bakamla Segera Punya Markas di Natuna

"Segala bentuk penindakan atas pelanggaran yang dilakukan pihak asing di wilayah Indonesia merupakan bentuk nyata mempertahankan kedaulatan bangsa. Ini juga bagian dari implementasi Nawacita dan Trisakti," tegasnya saat dihubungi, Kamis, 24 Maret 2016.

Charles menambahkan, Tiongkok seharusnya memahami dan menghormati hak-hak Indonesia, yang dapat mengambil tindakan hukum saat diperlukan atas pencurian ikan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), maupun wilayah teritorial Indonesia sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

AUKUS Picu Ketegangan di Laut China Selatan, Ini Dampaknya Bagi RI

"Yang dilakukan kapal coast guard Tiongkok dalam insiden yang terjadi di Natuna merupakan bentuk pelecehan terhadap kedaulatan NKRI, sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah Tiongkok mendukung kegiatan-kegiatan kriminal, yaitu illegal fishing," katanya.

Politisi PDIP ini memaparkan, bagi Indonesia daya rusak pencurian ikan yang dilakukan kapal berbendera Tiongkok itu tidak kalah hebatnya dengan peredaran narkotika. 

Bakamla Ungkap Manuver Coast Guard China di Natuna Ancam Kedaulatan

"Proses hukum terhadap delapan ABK kapal pencuri ikan Tiongkok harus jalan terus. Pemerintah Indonesia tidak boleh menggadaikan kedaulatan negara hanya semata-mata untuk kepentingan ekonomi atau hanya sekadar menjaga hubungan baik dengan Tiongkok," pintanya. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, saat berkunjung ke kantor redaksi tvOne, Rabu malam, 23 Maret 2016, memastikan pemerintah Indonesia tak mau tinggal diam atas ulah China di perairan Natuna. 

Menurut Luhut, Presiden Joko Widodo tegas mengenai persoalan tersebut. Dia tak mau Indonesia diacak-acak oleh negara manapun. "Integritas teritorial kita. Bapak Presiden dua tiga hari lalu bilang, ‘Pak Luhut saya tidak mau kompromi.’ Jadi itu jelas," ujarnya.

Pernyataan Luhut itu menanggapi peristiwa pada 20 Maret 2016 lalu, dimana ada dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, atau tepatnya di perairan Natura, pada Minggu 20 Maret dini hari.

Peristiwa bermula, saat kapal milik KKP menangkap kapal nelayan Tiongkok di perairan Natuna. Namun, saat hendak dibawa ke daratan, salah satu kapal coast guard Tiongkok tiba-tiba mengejar Kapal Pengawas (KP) Hiu 11 milik Indonesia dan kapal tangkapan KM Kway Fey 10078 Tiongkok dengan kecepatan 25 knots.

Kapal cost guard itu justru menabrak kapal tangkapan hingga rusak. Akhirnya, petugas meninggalkan kapal tangkapan tersebut demi keselamatan.

Wakil Menteri Kelautan Indonesia Arif Havas Oegroseno menunjuk lokasi Laut Natuna Utara pada peta baru Indonesia saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Indonesia, 14 Juli 2017. (Reuters: Beawiharta)

China Protes Pengeboran Minyak di Laut Natuna, Minta RI Berhenti

Para pemimpin Indonesia memilih tetap diam untuk menghindari konflik atau pertengkaran diplomatik dengan China.

img_title
VIVA.co.id
2 Desember 2021