Korupsi RJ Lino, KPK Periksa Pejabat PT Pelindo ll
- Taufik Rahadian
VIVA.co.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Personalia dan Umum PT Pelindo II, Mulyono, Selasa, 22 Maret 2016. Dia dijadwalkan akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun anggaran 2010.
"Sebagai saksi untuk tersangka RJL (mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
KPK menduga ada penyimpangan terkait pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll Tahun Anggaran 2010. Lembaga anti rasuah itu menduga ada penunjukkan langsung yang dilakukan Direktur Utama Pelabuhan lndonesia (Pelindo) ll, Richard Joost Lino.
Lino diduga telah menunjuk langsung perusahaan dari China, Wuxi Huadong Heavy Machinery Co. Ltd untuk pengadaan 3 unit QCC tersebut. KPK kemudian menemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan RJ Lino sebagai tersangka.
Diketahui, pada persidangan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda jawaban atas gugatan Lino, pihak KPK yang dipimpin langsung Kepala Biro Hukum memaparkan sejumlah hal. Termasuk memaparkan bukti dalam menetapkan Lino sebagai tersangka.
Pertama, RJ Lino disebut pernah memerintahkan mengubah spesifikasi QCC yang dibutuhkan dari single lift ke twin lift. Lino selaku Direktur Utama yang sejak awal mengundang HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Co.Ltd) dengan memerintahkan dan mengkondisikan penunjukan langsung HDHM, melalui instruksi/disposisi Lino yang dituliskan secara langsung dengan kata-kata "Go For Twinlift" pada Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik (Ferialdy Noernal) Nomor : PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010.
Kedua, Lino juga disebut pernah memerintahkan dan meintervensi Panitia Pengadaan Barang dan Jasa untuk menunjuk langsung HDHM, padahal HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Hal tersebut dilakukan dengan cara memerintahkan Ferialdy Noerlan menunjuk HDHM sebagaimana disposisi Lino.
Perintah Lino itu tercantum dalam Nota Dinas Direktur Operasi dan Teknik Nomor : PR.100/I/16/BP-10 tanggal 12 Maret 2010. Ferialdy kemudian melaporkan kepada Lino selaku Direktur Utama melalui Nota Dinas perihal Tindak Lanjut Pengadaan QCC tanggal 25 Maret 2010 dan R.J . LINO selaku Direktur Utama memberikan disposisi dengan kata-kata “Selesaikan proses penunjukan HDHM”.
Ketiga, Lino juga memerintahkan mengubah peraturan pengadaan barang dan jasa PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Tujuannya agar dapat menunjuk langsung HDHM. Hal tersebut dilakukan Lino antara lain dengan memerintahkan Kepala Biro Pengadaan untuk mengubah peraturan pengadaan agar dapat mengakomodir pabrikan luar negeri sebagai peserta lelang yaitu terhadap SK Direksi Nomor. HK.56/5/10/PL.II-09 tanggal 9 September 2009, melalui SK Direksi Nomor HK.56/6/18/PI.II-09 tanggal 31 Desember 2009 jo. SK Direksi Nomor HK.56/1/16/PI.II-10 tanggal 17 Maret 2010.
Berdasarkan pemaparan tersebut, KPK meyakini ada unsur perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Lino.
Masih pada pemaparan KPK, pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll tahun 2010 itu ditemukan adanya potensi kerugian negara mencapai USD 3.625.922,00. Hal tersebut berdasarkan Laporan Audit lnvestigatif BPKP yang tercantum dalam Nomor : LHAl-244/D6.02/2011 tanggal 18 Maret 2011 serta hasil perhitungan ahli dari lTB.
Atas dasar tersebut, Penyelidik KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll Tahun 2010. Status perkara tersebut kemudian ditingkatkan dari Penyelidikan menjadi Penyidikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik No55/01/12/2015 tanggal 15 Desember 2015.