Menteri Susi: Klaim Tiongkok Atas Natuna Tidak Berdasar

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
Sumber :
  • Antara/Joko Sulistyo

VIVA.co.id - Penangkapan kapal asing illegal KM Kway Fey 10078 berbendera Tiongkok di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, atau tepatnya di perairan Natura berbuntut panjang terhadap hubungan kedua negara.

Hasjim Djalal Pimpin Tim Pakar Hukum Laut untuk Hadapi China

Sebab, di lain pihak, Tiongkok mengklaim, wilayah perairan Natuna termasuk dalam teritorial mereka atau tradisional fishing zone yang termasuk ke perairan Laut China Selatan atau biasa disebut nine-dashed line.

Akibatnya, Tim PPNS dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) gagal menarik kapal tersebut karena dihalangi kapal patroli milik Tiongkok yang menabrakkan diri ke kapal KM Kway Fey.

Menlu Bantah TNI AL Tembak Nelayan China

Akibatnya kapal Kway Fey rusak, dan petugas pun meninggalkan kapal tangkapan tersebut demi keselamatan mereka.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menilai, klaim Tiongkok atas perairan Natuna tidak berdasar. Sebab, perairan yang diklaim Tiongkok sebagai tradisional fishing zone itu tidak pernah diakui oleh Indonesia, maupun dunia Internasional.

Menteri Susi: Aksi TNI AL di Laut China Selatan Sudah Betul

"Tadi malam saya membaca komentar pihak Tiongkok bahwa kejadian insiden kemarin dilakukan karena kapal KM Kwey Fey itu masuk di tradisional fishing zone mereka. Saya tegaskan bahwa klaim pemerintah Tiongkok tersebut tidak berdasar, dan tidak diakui di dunia Internasional," ujar Susi dalam Jumpa Pers di Gedung KKP, Jakarta, Senin 21 Maret 2016.

Menurut Susi, sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, tidak satupun negara yang mengakui istilah 'traditional fishing zone' seperti yang diungkapkan pemerintah Tiongkok.

UNCLOS lanjut Susi, hanya mengakui 'traditional fishing right', dan itupun harus dilakukan melalui perjanjian antarnegara.

"Sedangkan kita tidak punya perjanjian traditional fishing right dengan Tiongkok, yang ada hanya dengan Malaysia, dan itupun untuk wilayah tertentu dan terbatas, jadi klaim Tiongkok itu klaim sepihak," imbuhnya.

Untuk itu, Susi menyebut telah melaporkan masalah tersebut kepada Presiden Joko Widodo, termasuk kepada Kementerian Luar Negeri untuk berkoordinasi dengan pemerintah Tiongkok.

Namun, jika Tiongkok tetap bersikeras mengklaim wilayah itu masuk ke teritorial mereka, Susi mengancam akan membawa masalah ini ke International Tribunal for the Law of the Sea atau Pengadilan Hukum Laut Internasional.

"Kalau mereka tetap bersikeras, kita akan bawa ke tribunal internasional," ujar dia.

Untuk diketahui, sejak 2014, Tiongkok telah memasukkan sebagian perairan Natuna Indonesia yang berada dalam wilayah Laut China Selatan ke dalam peta teritorialnya atau dikenal dengan sebutan nine-dashed line.

Nine-dashed line adalah garis demarkasi atau garis batas pemisah yang digunakan pemerintah Republik Rakyat China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia. Klaim China itu mengundang kecaman negara-negara tetangga, yang selama ini mempersengketakan pulau-pulau di Laut China Selatan.

(mus)

Gedung BKPM.

Sejak Jokowi Jadi Presiden Investasi Tiongkok Ke RI Melonjak

Investasi investor terbesar keempat di Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
8 Agustus 2016