Gagal Nikah Sesama Jenis, Andi Fokus Menari dan Ngojek Motor
- Tribrata
VIVA.co.id - Kisah pernikahan sejenis yang sempat geger di Desa Teges Wetan, Kecamatan Kepil, Wonosobo beberapa waktu lalu masih menyimpan sejumlah pertanyaan. Bagaimana tidak, sejoli yang menikah yakni Didik Suseno dan Andi Budi Sutrisno alias Andini, keduanya merupakan pria.
Diketahui, rencana mereka untuk menikah akhir pekan lalu berantakan setelah digagalkan kepolisian. Saat pernikahan digagalkan, Andini bahkan sudah merias wajahnya cantik laiknya seorang pengantin wanita. Begitupun Didik Suseno, yang sudah memakai jas rapi dengan rambut klimis.
Keduanya akhirnya pasrah dilarang polisi untuk menikah, karena sadar pernikahan mereka dilarang undang-undang.
VIVA.co.id mencoba mewawancarainya, Andi Budi Sutrisno alias Andini mengaku memang terlahir tak sempurna. Pria berusia 27 tahun itu mengaku lebih cenderung memiliki sifat wanita sejak lulus sekolah dasar.
Sejak pernikahan Andi dengan Didik Suseno gagal, kini Andi tetap melakoni aktivitas pekerjaan seperti menari dan mengojek motor. Pria yang dikenal ramah dan periang itu tetap tegar meski banyak dipergunjingkan orang. (Baca juga: )
"Saya sadar, keluarga kami memang miskin. Makanya saya harus terus berjuang. Seperti apapun kata orang saya enggak peduli. Saya hanya ingin merawat orangtua saya. Kalau bukan saya siapa lagi," kata Andi kepada VIVA.co.id, Sabtu, 19 Maret 2016.
Dalam kesempatan wawancara, Andini menceritakan jika dirinya akan melakukan apa saja asalkan halal untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
"Sampai saat ini saya masih ngojek, meski tidak selalu mangkal. Kayak online, lewat SMS gitu. Ini semua agar saya dapat penghasilan untuk hidupi keluarga," kata Andi.
Penghasilan dari mengojek, kata Andi, juga tidak pasti. Kadang sehari dia bisa mengantarkan dua sampai tiga orang, tapi kadang juga sepi. Pemasukan dari mengojek antara Rp7 ribu hingga Rp14 ribu per hari. Uang itu ia kumpulkan untuk membeli kebutuhan makan keluarganya serta membayar angsuran motor yang masih belum lunas.
Agar mendapat pemasukan lebih, Andi bahkan mau menerima orderan ojek yang jaraknya sangat jauh ke kota.
"Ya kadang mengantar ke Purworejo atau ke Wonosobo. Karena daerah saya kan pelosok desa, jadi sangat jauh ke kota," ujar pria berambut panjang terurai itu. (Baca: )
Motor bebek milik Andi didaptkan dari hasil kerjanya pada tahun 2012 lalu saat mengadu nasib di Jakarta. Selama hampir 13 bulan, Andi bekerja di sebuah toko sembako grosir milik seorang pengusaha. Dari hasil kerja itu Andi mendapatkan gaji Rp900 ribu per bulan. Tiap bulan dia harus mengirimkan Rp500 ribu kepada orangtuanya di kampung.
"Saya hidup di Jakarta dengan Rp400 ribu sebulan. Kalau makan saya masak sendiri. Dan bersyukur bisa ngumpulkan untuk DP motor Rp3 juta, meski mengangsur," kenang Andi.
Selanjutnya>>> Orangtua sakit-sakitan...
Orangtua sakit-sakitan
Tak cukup dari hasil mengojek, Andi yang memang sejak kecil piawai menari, juga kerap menerima panggilan grup luar daerah untuk menari di beberapa tempat. Tari Ndolalak namanya, sebuah tari khas Purworejo yang hanya dimainkan oleh wanita.
Gerakan tubuhnya yang luwes membuat pria ini jadi bintang tiap kali pentas. Penghasilan dari menari ini pun cukup lumayan. Meski tak setiap hari orderan menari ini selalu ada.
"Sekali pentas saya biasanya dapat Rp150 ribu kadang-kadang juga kurang dari itu Semua tergantung grup Ndolalak yang menyewa," kata Andini.
Dari menari yang tak tentu ada ini, pundi-pundi penghasilan Andi bisa lumayan sedikit bertambah. Namun, tiap bulan uang itu selalu kurang, mengingat dua orangtua Andi yang telah renta kini terus sakit-sakitan.
Suroto (65), ayah Andi hanya seorang pencari rumput selalu saja sakit karena faktor usia. Sedangkan Suminah (60), ibu Andi sudah divonis penyakit stroke sejak beberapa tahun lalu. Keduanya bahkan wajib periksa ke Puskesmas tiap dua pekan sekali.
Baik Suroto maupun Suminah hanya bisa menggantung harapannya pada putranya Andi. Mereka bukan orang berada yang punya lahan pertanian seperti tetangga di kampungnya. Hanya tanah sepetak yang ditinggali itu merupakan harta satu-satunya.