Gila, Pembunuh Satu Keluarga Ini Bisa Tak Dieksekusi Mati
- canada.com
VIVA.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur ragu-ragu mengeksekusi terpidana mati perkara pembunuhan satu keluarga, Sugianto alias Sugik. Jelang penentuan jadwal eksekusi, dokter lembaga pemasyarakatan Porong, Sidoarjo, yang menyatakan Sugik menderita sakit jiwa.
Untuk diketahui, Sugianto alias Sugik berstatus terpidana mati karena terbukti membunuh satu keluarga, Sukardjo-Hariningsih dan dua anak mereka, Eko Hari Sucahyo dan Danang Priyo Utomo, di Jalan Jojoran Surabaya, tahun 1995 silam. Upaya hukum Sugik gagal untuk meminta keringanan. Grasinya juga ditolak oleh Presiden Joko Widodo awal 2015 lalu.
Asisten Pidana Umum Kejati Jatim, Andi Muhammad Taufik, menjelaskan bahwa nama Sugik sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk menentukan jadwal eksekusinya. Pada Februari 2016 lalu, ia juga mengekspose soal itu di hadapan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung.
"Pada akhir 2015, muncul surat keterangan dari dokter kalau kesehatan Sugik sudah membaik. Tapi baru-baru ini ada keterangan dari dokter lapas bahwa diperlukan adanya pengobatan kepada Sugik karena menderita epilepsi dan gangguan jiwa," kata Andi Taufik, Jumat 18 Maret 2016.
Karena alasan itulah pihaknya berkonsultasi dengan Kejagung, apakah bisa mengeksekusi mati terpidana dalam kondisi kesehatan seperti itu. "Sementara ini kita akan meminta second opinion (pendapat pembanding) dari dokter ahli untuk mengetahui kondisi pasti kejiwaan Sugik," jelas Andi Taufik.
Selain Sugik, Kejati Jatim juga sudah menyerahkan beberapa daftar nama terpidana mati lainnya ke Kejagung. Mereka, di antaranya, Nur Hasan Yogi Mahendra bin H Abdul Choni di Kejari Lamongan, Edi Sunaryo bin Suparji di Kejari Tulungagung, dan Aris Setiawan di Kejari Perak.
Lalu Miarto bin Paimin dan Misnari bin Margelap di Kejari Probolinggo, dan tervonis mati perkara narkotika Ali Tokman dan rekannya, Fredy Tedjo Abdi asal Surabaya.