KPK Siap Jemput Paksa Politikus Golkar Tersangka Kasus Suap
- Antara/ Ujang Zaelani
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Politikus Partai Golkar, Budi Supriyanto, dapat bersikap kooperatif dengan memenuhi panggilan kedua terkait kasus dugaan suap.
Budi, hari ini, Senin 14 Maret 2016, dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.
Penjadwalan ini merupakan panggilan kedua terhadap Budi, setelah sebelumnya dia mangkir dari panggilan penyidik pada Kamis, 10 Maret 2016.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarief, berharap Budi dapat memenuhi panggilan kali ini. "Semoga dia kooperatif. Kalau tidak kooperatif, KPK akan mengambil langkah-langkah lain," kata Syarief, dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi.
Langkah lain yang akan diambil adalah upaya jemput paksa, sehingga tersangka bisa dimintai keterangannya untuk melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Salah satunya, iya jemput paksa," tegas Syarief.
Pada pemeriksaan sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menyebut Budi beralasan sedang sakit sehingga tidak bisa memenuhi panggilan pertamanya minggu lalu.
"Yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan sakit, kami telah terima keterangan sakit dari RS Roemani Muhammadiyah Semarang," kata Priharsa, Kamis, 10 Maret 2016 lalu..
Menurut Priharsa, pada surat keterangan dokter yang diberikan Budi melalui kuasa hukumnya itu, tidak mencantumkan diagnosis dokter dari RS Roemani Muhammadiyah, atas penyakit yang tengah diderita. Pada surat hanya tertulis bahwa Budi memerlukan istirahan selama tiga hari.
Menanggapi surat ini, penyidik langsung mengkonfirmasi ke pihak rumah sakit. Akhirnya terungkap, RS Roemani Muhammadiyah, tidak pernah memberikan analisis sakit bagi Budi.
Diketahui, Budi diduga menerima uang sekitar SGD305,000 dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Uang dimaksudkan agar perusahaan Abdul bisa mendapatkan proyek pembangunan jalan. Proyek tersebut diduga berasal dari pos dana aspirasi Budi yang sempat duduk di Komisi V DPR.
Budi juga diketahui sempat melaporkan uang sejumlah SGD305,000 itu, sebagai gratifikasi kepada KPK. Namun laporan itu ditolak KPK, dan uangnya langsung disita penyidik.
Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 13 Januari 2016 lalu. Dalam operasi itu, KPK menangkap empat orang, yaitu anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti serta dua orang dekatnya, Dessy A. Edwin, dan Julia Prasetyarini. Selain itu, Abdul Khoir. Keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka. (ase)