Gatot Pujo Nugroho Pasrah Hadapi Vonis Hakim

Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti pasrah dalam menghadapi vonis yang akan dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 14 Maret 2016. Pasangan suami istri itu diketahui tengah terjerat dua kasus suap.

"Yang pasti apa yang kita lakukan sudah maksimal, saksi-saksi sudah menyampaikan semua dan kita pasrahkan semuanya. Dan berharap ada keajaiban," kata Gatot sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Gatot menyebut selama menjalani proses penyidikan hingga persidangan, dia dan istrinya selalu bersikap kooperatif. Dia berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan hal tersebut dan menjatuhkan hukuan yang ringan.

"Kita diajarkan untuk mencapai yang tertinggi. Jadi harapan tertinggi saya ada benar-benar pertimbangan yang arif dari hakim Tipikor. Semoga bebas dan seringan-ringannya," kata Gatot.

Diketahui pada persidangan sebelumnya, Jaksa pada KPK menuntut agar Gatot dipidana penjara selama 4,5 tahun. Sementara istri Gatot, Evy Susanti dituntut penjara empat tahun.

Keduanya juga dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider lima bulan.

Pasangan suami istri itu dinilai telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam dua dakwaan yang didakwakan Jaksa.

"Kami Penuntut Umum dalam perkara ini menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa 1, Gatot Pujo Nugroho dan terdakwa 2, Evy Susanti telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa lrene Putrie saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 17 Februari 2016.

Pada dakwaan pertama, Gatot dan Evy telah terbukti memberikan suap puluhan ribu dolar kepada Hakim serta Panitera PTUN Medan.

Uang diberikan dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perbuatannya tersebut dinilai telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sementara pada dakwaan kedua, Gatot dan Evy juga terbukti telah memberikan suap Rp200 juta kepada Patrice Rio Capella selaku Sekretaris Jenderal dan juga anggota Komisi lll Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Uang diberikan agar Rio Capella menggunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kejaksaan Agung selaku mitra kerja Komisi lll DPR agar memfasilitasi islah.

Yakni guna memudahkan pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Agung.

Perbuatannya tersebut dinilai telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terbukti Bersalah, Gatot Pujo Minta Maaf ke Warga Sumut