Terdakwa Penyuap Dewie Limpo Dituntut 3 Tahun
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setyadi Jusuf, bersama Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai Provinsi Papua, lrenius Adii dituntut pidana penjara masing-masing selama 3 tahun serta denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Keduanya dinilai Jaksa telah bersalah bersama-sama memberikan suap kepada anggota Komisi Vll DPR, Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo
Keduanya dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Rl Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
"Menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa 1, Irenius Adii dan terdakwa 2, Setiady Jusuf telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa pada KPK, Joko Hermawan, saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis 11 Maret 2016.
Menurut Jaksa, keduanya telah terbukti memberikan suap kepada Dewie Yasin Limpo mencapai 177.700 dolar Singapura. Uang diberikan dengan bertujuan untuk mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai Provinsi Papua.
Jaksa menuturkan, awalnya lrenius mengupayakan untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat terkait pembangunan listrik di Kabupaten Deiyai dengan mengajukan proposal kepada Dewie.
lrenius kemudian bertemu dengan Dewie Yasin Limpo di Gedung DPR, atas bantuan sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bandaso alias lne. Pada pertemuan itu, lrenius meminta bantuan Dewie untuk mengupayakan anggaran tersebut sekaligus memberikan proposal usulan bantuan dana. Atas permintaan tersebut, Dewie menyanggupinya namun meminta dia agar mempersiapkan dana pengawalan anggaran.
Dewie meminta dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan. Dana pengawalan tersebut kemudian disiapkan dengan syarat ada jaminan perusahaannya akan menjadi pelaksana pekerjaannnya. Dana pengawalan yang awalnya 10 persen kemudian disepakati menjadi 7 persen setelah terjadi tawar menawar. Dana pengawalan 7 persen itu setara dengan Rp1,7 miliar yang kemudian diberikan dalam bentuk dolar Singapura sebesar SGD177,700. Namun pada saat uang telah diserahkan, petugas KPK langsung melakukan penangkapan.
(mus)