KPK Rutin Gelar Perkara RS Sumber Waras
- ANTARA/Andrea Asih
VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) mengklaim rutin melakukan gelar perkara terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI.
Hingga saat ini, proses penyelidikan masih dilakukan, dan KPK telah meminta keterangan dari sekitar 30 orang.
"Secara berkala ada jadwal ekspose (gelar perkara) antara pimpinan dan bagian penindakan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di kantornya, Selasa 8 Maret 2016.
Priharsa membantah adanya muatan politis dalam pengusutan kasus dugaan korupsi ini. Dia menegaskan, KPK dalam menyelidiki dugaan korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras, bekerja secara proporsional.
Dugaan unsur politik ini muncul karena pengadaan yang dilakukan 2014 lalu ini, ditandatangani oleh Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Saat ini, Ahok, sapaan akrab Basuki, sudah menyatakan tekadnya untuk mencalonkan diri dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKl Jakarta 2017 mendatang.
"KPK lembaga independen dan dalam penanganan perkara berpegang pada kehati-hatian dan tidak bergantung pada momentum, termasuk momentum Pilgub," kata dia.
Sebelumnya, untuk menaikkan status hukum pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI, dari penyelidikan ke penyidikan.
Menurut Agus, pimpinan KPK baru melakukan gelar perkara kasus ini pada Selasa, 1 Maret 2016. "Kasusnya sendiri baru diekspose (gelar perkara) kemarin siang. Itu pun setelah saya tanya, karena sebelumnya saya juga tidak seberapa tahu ada kasus itu," ujar Ketua KPK, Agus Raharjo, saat mendatangi kantor tvOne, Rabu, 2 Maret 2016.
Menurut Agus, setelah gelar perkara dilakukan, pimpinan KPK sepakat untuk meminta penyelidik mencari bukti tambahan, dan menyimpulkan dalam proses pembelian lahan RS Sumber Waras, belum ada penyelenggara negara yang bisa ditetapkan menjadi tersangka.
Padahal, sudah menyatakan terjadi penyimpangan dalam pengadaan lahan tersebut. Penyimpangan itu meliputi perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan, pembentukan harga dan penyerahan hasil.
Audit ini juga mengungkap adanya potensi kerugian keuangan daerah sebesar Rp191 miliar dalam pembelian lahan seluas 3,6 hektare. (one)