Pengarak Ogoh-ogoh di Bali Dilarang Mabuk
- VIVA.co.id/ Bobby Andalan
VIVA.co.id – Setiap menjelang hari raya Nyepi, di Bali ada tradisi mengarak ogoh-ogoh atau patung, yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Arak-arakan ogoh-ogoh keliling desa ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Nyepi.
Dalam acara yang disebut pengrupukan ini, malam nanti, Selasa 8 Maret 2016, beragam ogoh-ogoh akan diarak warga secara bersamaan. Rangkaian acara ini pun kerap menimbulkan potensi kericuhan antar warga.
Mengantisipasi hal itu, Ketua Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Buleleng, Dewa Putu Budarsa, menegaskan institusinya meminta pengarak ogoh-ogoh dalam keadaan sadar, dan tidak sedang mabuk. Langkah tersebut untuk memastikan pengarak dalam kondisi sehat dan tidak terpengaruh minuman alkohol.
"Kami mengimbau kepada pecalang untuk meningkatkan kewaspadaan dan ketertiban agar desa Pakraman kondusif dalam pelaksanaan pengarakan ogoh-ogoh itu. Hendaknya dicek lagi pengsung ogoh-ogoh yang berbau alkohol agar tidak turut mengusung," kata Budarsa.
Hal senada juga diungkapkan Wali Kota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra. Dia mengimbau masyarakat Kota Denpasar agar ikut menjaga keamanan wilayahnya masing-masing saat acara pengerupukan malam nanti. Hal ini juga termasuk menjaga kebersihan lingkungan mereka, agar setelah parade, tidak ada sampah menumpuk.
Dia juga meminta masyarakat agar kembali menggunakan musik tradisional seperti gambelan saat mengiringi pawai, sehingga sesuai dengan tradisi.
Selain itu, kepada setiap desa yang mengadakan pawai ogoh-ogoh, agar bisa mengoptimalkan waktu parade sehingga tidak lewat larut malam.
"Saya minta agar tidak menggunakan house music dan kembali menggunakan gamelan. Saya juga berharap parade ogoh-ogoh dilaksanakan lebih awal agar bisa selesai sebelum pukul 00.00 WITA malam," ungkapnya.