Dokumen BIN Bocor, Ada Catatan Tokoh-tokoh Papua Berbahaya

Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo yang bermarkas di Lany Jaya, Papua.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Banjir Ambarita

VIVA.co.id - Dokumen Badan Intelijen Negara (BIN) seputar tokoh-tokoh Papua yang dianggap paling berbahaya bocor. Adalah media Australia, Fairfax Media, yang mendapatkan data tersebut.

Dalam data yang dipublikasi di sejumlah media di negeri Kanguru itu, disebutkan nama-nama tokoh Papua yang paling berbahaya itu menginginkan kemerdekaan. Tokoh-tokoh yang dimaksud terdiri dari sejumlah elemen, baik dari kalangan pemuka agama, aktivis politik, hingga kalangan mahasiswa. Demikian seperti dilansir SMH.

Dokumen BIN bahkan juga turut menyebutkan kelemahan-kelemahan para tokoh Papua yang paling berbahaya itu, mulai dari wanita, hingga alkohol. Tak cuma itu, BIN juga disebut telah merancang berbagai strategi yang dapat melemahkan gerakan Papua Merdeka.

Sejumlah media di Australia menyoroti bagaimana Pemerintah Indonesia dianggap ketakutan dengan gerakan separatis tersebut, termasuk soal pelanggaran hak asasi di Papua. Dokumen itu diketahui dikeluarkan pada Maret 2014 silam.

Markus Haluk, mantan ketua Himpunan Mahasiswa Papua Tengah, merupakan salah satu dari orang Papua yang disebutkan dalam dokumen BIN. Ia disebut-sebut kerap menghadiri seminar pembebasan Papua dan selalu mengkritik kebijakan pemerintah.

Markus disebutkan memiliki kemampuan untuk memotivasi orang yang tidak dan berpendidikan sekalipun untuk menciptakan propaganda melalui media. Namun kelemahannya, dilaporkan adalah uang dan perempuan.

"Saya pikir itu pelecehan terhadap karakter saya," kata Mr Haluk kepada Fairfax Media. "Saya punya istri, saya tidak playboy. Saya tahu ada banyak cara Indonesia (mencapai tujuannya). Ini strategi intelijen, strategi Jakarta untuk membunuh seorang pejuang."

Haluk mengatakan, dia tidak akan takut atau panik disebut-sebut menjadi target aparat keamanan. "Perjuangan saya adalah untuk menyelamatkan orang Papua. Saya tidak disponsori atau dibayar oleh siapa pun. Dan saya akan terus berjuang sampai kebenaran ditegakkan di Papua."

Haluk dengan tegas juga menyatakan jika dirinya tidak menganggap strategi BIN telah sukses dilakukan.

"Papua telah dimasukkan ke Indonesia sejak akhir 1960-an tetapi orang masih mengibarkan bendera Bintang Kejora di hutan. Protes penuntutan agar Papua memisahkan dari Indonesia (hingga kini) masih berlangsung," katanya.

Bursa Asia Fluktuatif pada Pembukaan Pasar, Investor Tunggu Keputusan Suku Bunga dari Dua Negara Ini



Sementara itu, Beny Dimara, seorang tokoh agama terkemuka yang juga disebut-sebut dalam dokumen itu membantah jika dirinya terlibat dalam kegiatan pro-kemerdekaan Papua. Saat ini, Beny berada di Yogyakarta.

"Saya seorang imam dan perhatian saya adalah hanya satu dan yang membuat pemuda Papua yang lebih baik dalam pengetahuan mereka tentang Tuhan dan dalam pendidikan mereka," kata Beny.

Teolog dan aktivis Benny Giay, yang juga dijelaskan dalam dokumen sebagai pendeta terkemuka yang dapat mempengaruhi dan dapat membangkitkan semangat separatis juga angkat suara dengan dokumen tersebut.

"Ini adalah paranoid, ini gila," katanya. "Mereka (intelijen) sering mengikuti kami atau mengirim wartawan untuk mewawancarai kami pada topik-topik tertentu. Mereka bahkan menghadiri pertemuan gereja kami."

Giay mengatakan kepada Jokowi, bahwa sebagai presiden dia sering mengatakan kepada dunia tentang Papua, tetapi pembangunan sendiri masih sangat sedikit dilakukan.

"Saya mengatakan kepada Jokowi itu akan membawa masyarakat Papua kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah," ujarnya.

Penjelasan BIN

Terkait maraknya pemberitaan dokumen BIN yang bocor di media Australia, BIN menyatakan jika pihaknya kini tengah melakukan penyelidikan internal terkait kasus tersebut. Sejauh ini, pihaknya akan melihat dokumen-dokumen yang disebutkan oleh Fairfax Media.

"BIN tidak pernah mengeluarkan dokumen tersebut," kata Direktur BIN bagian informasi, Sundawan Salya. "Kami adalah badan operasi intelijen dan karena itu tidak akan pernah menggunakan dokumen terbuka seperti itu."