Kisah Kota Ular di Jalan Anggrek Semarang
Kamis, 25 Februari 2016 - 06:02 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Teror puluhan ular piton di Jalan Anggrek, Kelurahan Pekunden, Kota Semarang, sejak sebulan terakhir mendadak meresahkan warga. Kemunculan ular berbagai ukuran itu dinilai janggal, karena lokasinya berada di pusat kota.
Selama sebulan terakhir, sudah lebih 20 ular piton yang berhasil ditangkap warga. Ular-ular itu muncul tak hanya di lahan kosong, melainkan sampai di dalam rumah warga, seperti kamar mandi, dapur, dan ruang makan.
Totok Bayu Wibowo (44 tahun), seorang pawang ular di Semarang, menganggap kejadian kemunculan ular piton di kampungnya tergolong aneh. Pria yang rajin menjinakkan ular tiap kali warga meminta bantuan itu menyebut kemunculan ular karena mereka telah berkembang biak.
"Ini cukup aneh, karena tidak hanya sekali ular-ulur itu muncul. Bahkan, sering. Sebulan ini, sudah puluhan kami tangkap," ujar Totok pada Rabu, 24 Februari 2016.
Baca Juga :
Ini Pasar Paling 'Horor' yang Ada di Indonesia
Saking seringnya kemunculan ular piton itu, Totok, bahkan menyebut kampung yang berada di belakang Mal Ciputra Semarang itu sebagai kota ular. "Ini aneh, kampung ini di tengah kota, tetapi banyak ular yang sudah saya tangkap. Ini bisa disebut kota ular," ujarnya.
Totok mengaku sudah menangkap 20 ular piton di Kampung Anggrek, selama sebulan terakhir. Sebanyak sembilan ekor di antaranya memiliki panjang empat meter dan sisanya kecil-kecil.
Ular-ular yang ditangkap, kemudian dijual di Pasar Hewan Kartini Semarang. Harganya pun bervariasi mulai Rp100 ribu sampai Rp120 ribu.
Akibat teror ular piton itu, sejumlah warga di Kampung Anggrek mengaku resah dan takut. Mereka khawatir, jika sewaktu-waktu ular berwana cokelat kehitaman itu tiba-tiba muncul dan mengganggu warga.
"Takutnya sumber makanan mereka habis, masuk ke warga. Bahaya buat anak-anak," ujar Wawan Gustiawan, warga Jalan Anggrek VI. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Akibat teror ular piton itu, sejumlah warga di Kampung Anggrek mengaku resah dan takut. Mereka khawatir, jika sewaktu-waktu ular berwana cokelat kehitaman itu tiba-tiba muncul dan mengganggu warga.