Dicokok Polisi, Tiga Anggota KPK Lakukan Penyadapan Ilegal?
Senin, 22 Februari 2016 - 20:13 WIB
Sumber :
- ANTARA/Fanny Octavianus
VIVA.co.id - Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menangkap tiga anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di wilayah Jakarta Utara. Diduga ketiga anggota lembaga antirasuah tersebut sedang melakukan penyadapan ilegal.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan enggan menyimpulkan lebih awal, mengenai adanya dugaan aksi penyadapan ilegal tersebut. Namun, menurutnya hal itu harus dilakukan sesuai aturan.
Â
Baca Juga :
KPK Periksa Keponakan Surya Paloh
"Penyadapan di KPK berdasarkan harus sesuai SOP (standar operasional penyidikan) di KPK. Setahu saya (penyadapan) harus sesuai pimpinan, masalah ilegal atau tidak saya tidak paham," kata Anton Charliyan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Tiga, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 22 Februari 2016.
Â
Menurut Anton, dalam proses penyadapan tersebut harus sepengetahuan para pucuk pimpinan lembaga antirasuah. Tidak hanya itu, izin juga harus dikantongi, karena untuk alasan tertentu.
Â
"Apakah ini setahu pimpinan, kalau pimpinannya tidak tahu berarti ilegal. Tapi enggak bisa liar harus tetap atas sepengetahuan pimpinan. SOP yang saya tahu demikian. Â Dalam penyidikan koridor hukum, bisa berekpresi, bisa mendobrak, bisa diberikan kewenangan, tapi bukan kewenangan yang tidak terbatas. Negara kita negara hukum," kata Anton.
Â
Sekedar informasi, Polisi menangkap tiga orang anggota KPK yang bernama Darman, Bagoes Purnomo, dan Waldy Gagantika. Mereka ditangkap di parkiran Alfamart areal Harco Mangga Dua, Jakarta Utara, sedang berada didalam Mobil Inova warna abu-abu Nopol B-1968-ZF. Hingga saat ini, mereka masih dilakukan pemeriksaan di Mapolres Metro Jakarta Utara.
Â
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Apakah ini setahu pimpinan, kalau pimpinannya tidak tahu berarti ilegal. Tapi enggak bisa liar harus tetap atas sepengetahuan pimpinan. SOP yang saya tahu demikian. Â Dalam penyidikan koridor hukum, bisa berekpresi, bisa mendobrak, bisa diberikan kewenangan, tapi bukan kewenangan yang tidak terbatas. Negara kita negara hukum," kata Anton.