Akademisi Indonesia Satu Suara Tolak Revisi UU KPK
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id – Gelombang penolakan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengalir.
Sejumlah Profesor dari beberapa Universitas menyambangi Gedung KPK untuk memberikan dukungannya kepada lembaga anti rasuah itu untuk menolak revisi. Salah satu alasan penolakan tersebut adalah karena revisi dinilai justru hanya akan memperlemah eksistensi KPK.
"Ini dukungan dari akademisi, khususnya dari kampus untuk ikut mempertahankan bagaimana eksistensi KPK agar lebih kuat lagi. Kita tidak ingin ada kelompok-kelompok atau golongan tertentu yang akan memperlemah KPK. Kita masih butuh KPK untuk bagaimana membuat republik ini lebih adil, makmur, dan sejahtera," tutur Guru Besar Sosiologi Universitas lndonesia, Bambang Widodo Umar di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 19 Februari 2016.
Bambang tidak menampik revisi terhadap UU KPK bisa saja dilakukan. Namun dia menilai revisi tersebut harus berdasarkan penelitian ilmiah.
"Pada suatu saat nanti, melalui penelitian ya. Jangan mengubah itu dari hasil asumsi atau kepentingan, tapi harus diteliti lebih dulu. Makanya kita juga menggunakan simbol ini jadi akademisi untuk diteliti apakah kelemahan-kelemahan dari undang-undang atau kelemahan sarana dan prasarana, atau mungkin dari orang-orangnya, bukan undang-undang. Jadi ini akan lebih obyektif," papar Bambang.
Kehadiran para akademisi tersebut langsung ditemui oleh Pimpinan KPK yakni Ketua KPK, Agus Rahardjo dan juga Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Agus menyebut bahwa penolakan yang diserukan oleh para akademisi itu memang sejalan dengan sikap KPK. Dia berharap agar Presiden Joko Widodo serta pihak DPR dapat melihat banyaknya gelombang penolakan revisi UU KPK.
"Memberikan sinyal kepada saudara-saudara kita yang di DPR dan presiden bahwa rakyat menghendaki tidak dilakukan revisi UU KPK," kata Agus.