Praperadilan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara Ditolak
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menggugurkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014, Kamaluddin Harahap.
Praperadilan diajukan Kamalauddin terkait penetapan status tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap dalam pengesahan pertanggungjawaban APBD Provinsi Sumut.
Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati menyebut pihaknya telah menerima hasil putusan sidang praperadilan Kamaluddin Harahap. Putusan itu diterima oleh KPK pada 17 Februari 2016.
"Gugatan praperadilan atas nama yang bersangkutan gugur karena pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya dan tidak menghadirkan saksi/ahli," kata Yuyuk dalam pesan singkatnya, Kamis 18 Februari 2016.
Diketahui, saat ini berkas perkara Kamaluddin telah masuk dalam tahap penuntutan. Politikus PAN itu telah menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan.
Pada surat dakwaannya, Kamaluddin didakwa telah menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho sebesar Rp1,41 Miliar.
Dia didakwa bersama-sama dengan Ketua DPRD Sumut 2014-2019, Ajib Shah; Ketua DPRD Sumut 2009-2014, Saleh Bangun; Wakil Ketua DPRD Sumut 2009-2014 Chaidir Ritonga dan Wakil Ketua DPRD Sumut 2009-2014, Sigit Pramono Asri.
"Agar terdakwa memberikan persetujuan terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2012, persetujuan terhadap perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD TA 2014 dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015," kata Jaksa Hendra Eka Saputra saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 17 Februari 2016.
Jaksa menyebut bahwa perbuatan Kamaluddin tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kronologi Perkara
Jaksa menuturkan awal mula perkara ini dimulai pada 1 Juli 2013 ketika Gatot menyampaikan Nota Pengantar Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012 dalam Rapat Peripurna DPRD Provinsi Sumut.
Usai Rapat Paripurna DPRD tanggal 29 Juli 2013, Kamaluddin, Muhammad Afan, Chaidir Ritonga dan Sigit Pramono Asri melakukan pertemuan dengan Sekda Provinsi Sumut, Nurdin Lubis, Sekretaris DPRD, Randiman Tarigan, dan Kabiro Keuangan sekda, Baharuddin Siagian.
Pada pertemuan itu, Nurdin meminta agar Pimpinan DPRD menyetujui Ranperda. Atas hal tersebut, Kamaluddin meminta kompensasi yang disebut sebagai 'uang ketok' sebesar Rp1,55 Miliar untuk seluruh DPRD Provinsi Sumut. Permintaan tersebut disampaikan oleh Baharuddin kepada Gatot dan kemudian disetujui Gatot. Atas permintaan uang tersebut, Kamaluddin mendapat jatah sebesar Rp40 juta.
Permintaan 'uang ketok' itu kembali berulang pada tahun 2013, 2014 serta 2014. Total penerimaan uang oleh Kamaluddin sejak tahun 2012 itu berjumlah Rp1,410 Miliar.