Korban Invasi Irak Jadi Wakil Bupati Bantul
- Daru Waskita/ VIVA.co.id
VIVA.co.id – Pendidikan tinggi belum tentu menjadi jaminan sukses dan membuat karier melejit. Hal ini setidaknya dibuktikan Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, yang baru saja dilantik mendampingi Bupati Bantul, Suharsono.
Kepada VIVA.co.id, Kang Halim, panggilan akrab Abdul Halim Muslih, mengisahkan sulitnya mendapatkan ijazah sekolah.
Di awal masa sekolahnya, mulai dasar sampai tingkat atas, ia tidak mengalami kendala berarti. Bahkan, Kang Halim berhasil terpilih dalam program pertukaran pelajar ke luar negeri yang digagas Nahdlatul Ulama (NU).
Halim bersama beberapa teman-temannya dari Rembang, Jawa Tengah, terpilih menimba ilmu ke Kuwait. Program ini memang sudah rutin dilakukan NU untuk meningkatkan kualitas kadernya. Namun kepergiannya ke luar negeri ini, justru menjadi awal riak kehidupan akademisnya.
"Waktu SMA saya sekolah di Kuwait pada tahun 1990. Apesnya, kala itu Irak di bawah pimpinan Sadam Husain menginvasi Kuwait, sehingga sekolah harus berhenti," kata Halim usai dilantik di Komplek Kepatihan Yogyakarta, Rabu 17 Februari 2016.
Dalam peristiwa yang dikenal sebagai bagian dari Perang Teluk ini, Halim tidak bisa lagi melanjutkan sekolah di Kuwait karena harus mengungsi ke Kedutaan Besar RI yang ada di Yordania. Selanjutnya, ia dipulangkan ke Indonesia, dan dilarang kembali untuk jangka waktu yang belum jelas.
"Saya waktu itu kelas tiga, karena di Kuwait sekolah SMA berlangsung selama empat tahun," ungkap pria kelahiran Rembang 29 April 1970 ini.
Tiba di Indonesia, Halim bingung mengenai kelanjutan studinya. Tanpa ada kepastian mengenai pendidikan di Kuwait, ia akhirnya memilih melanjutkan sekolah pada Madrasah Aliyah di Rembang. Di tempat ini, Halim berhasil lulus pada 1992, setelah menghabiskan waktu dua tahun belajar.
Total, Halim menghabiskan waktu lima tahun untuk menyelesaikan pendidikan tingkat atas. Usai lulus, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Yogyakarta, dan diterima Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM).
Di saat bersamaan, ia juga diterima Jurusan Akidah dan Filsafat Institut Ilmu Agama Islam (IAIN), yang sekarang dikenal sebagai Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
"Di UGM saya hanya sanggup enam semester. Di IAIN juga tidak lulus. Jadi saya itu magel kuliahnya," tutur Halim.
Gagal kuliah, Halim akhirnya memilih berguru di Pondok Pesantren Al Mahalli Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta, dibawah bimbingan KH. Mujab Mahalli. Di tempat ini, Halim juga mengawali kiprahnya dalam berpolitik.
"Di sanalah karier politik saya mulai terlihat dengan bergabung dengan PKB," ungkapnya.
Selama di PKB, karier Halim sebagai politikus terbilang sukses. Bagaimana tidak, ia pernah dipercaya masyarakat untuk menjadi anggota DPRD Profinsi DIY, untuk dua masa periode, 2004-2009 dan 2009-2014. Kemudian sekarang, ia terpilih menjadi wakil bupati.
"Saat itu pula, saya memegang ketua DPC PKB Bantul hingga saat ini," ujar Halim.
Meski terus meraih kesuksesan sebagai politisi, Halim tak lupa bahwa pencapaiannya ini berkat kepercayaan masyarakat yang mendukungnya. Termasuk saat memenangkan Pilkada Bantul.
Halim menegaskan, jabatan wakil bupati yang diamanatkan padanya, bukanlah kemenangan PKB atau Gerindra. Namun kemenangan masyarakat Bantul yang selama 15 tahun terakhir berada di bawah kepemimpinan Idham Samawi.
"Ini kemenangan rakyat yang ingin perubahan," ucapnya sambil tersenyum. (ase)