Revisi UU KPK Dinilai Kebiri Pemberantasan Korupsi
- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA.co.id – Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, kembali memberikan tanggapan mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Menurut Abdullah, rencana yang saat ini bergulir di DPR itu tidak tepat momentumnya.
"Di DPR jadi bola liar," kata Abdullah dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Februari 2016.
Abdullah tidak menampik jika ada beberapa poin dalam UU KPK yang perlu untuk diperbaiki. Namun, sebelum dilakukan revisi, harus dilakukan revisi terhadap KUHAP serta KUHP terlebih dulu.
Abdullah menyebut, pemerintah memang sepakat untuk merevisi terkait 4 poin. Di antaranya terkait kewenangan penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas, kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pembentukan Dewan Pengawas, serta penyelidik dan penyidik independen.
Meskipun telah disepakati 4 poin, namun tetap saja tidak ada jaminan revisi itu tidak akan merembet kemana-mana.
Pada sesi terpisah, Direktur Bantuan Hukum YLBHl, Julius lbrani mengatakan, bahwa ada setidaknya 3 poin yang disorotinya terkait usulan revisi UU KPK. "Revisi KPK selalu a historis, berdasarkan itikad buruk serta untuk mengebiri pemberantasan korupsi," ujarnya.
Dia mengakui bahwa tidak ada lembaga yang sempurna, termasuk KPK. Berdasarkan fakta itu, ia setuju jika kekurangan tersebut diperbaiki. "Namun tidak menyasar undang-undang," ujarnya menambahkan.
Julius mencatat, revisi UU KPK sebenarnya sudah beberapa kali diusulkan. Dan sebagian besar usulan tersebut justru melemahkan meskipun diklaim memperkuat. "Kalau disodorkan barang yang menguatkan KPK, mau gak dia. Kalau gak mau, kesulitan untuk memperkuat KPK ada di senayan (DPR)."
(mus)