DPD PDIP Akan Laporkan KPU Kalteng ke DKPP

Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menilai penyelenggaraan Pilgub Lanjutan di Kalimantan Tengah, 27 Januari 2016, merupakan salah satu yang terburuk dalam sejarah. Itu disampaikan oleh Koordinator Gugus Tugas Pemenangan DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, dalam jumpa pers yang dilakukan di kantor DPD PDIP Kalimantan Tengah, Kamis, 4 Februari 2016.

Pilkada Serentak di Sumut, Mendagri: Semua Siap

Deddy mengaku telah mengumpulkan data pelanggaran, kelalaian, kecurangan dan manipulasi yang terjadi di ribuan TPS dari sekitar 5750 TPS yang ada. Menurut dia, dari sisi keamanan penyelenggaraan harus diakui bahwa aparat telah berhasil menjaga pelaksanaan pilgub yang aman dan damai, meski banyak insiden yang terjadi sebelum pencoblosan.

Tapi, Deddy menekankan bahwa kedamaian itu juga merupakan bagian dari kontribusi pihaknya yang tidak merespons berbagai intimidasi, kekerasan dan kecurangan yang terjadi di berbagai tempat. Pihaknya lebih memilih menggunakan saluran-saluran yang disediakan oleh UU untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi.

Demokrat Lawan Keluarga Ratu Atut di Pilkada Banten

Deddy menjelaskan, banyak oknum penyelenggara dan pengawas pemilu yang terlihat tidak netral dan bahkan terang-terangan memihak atau menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon).

"Kami tidak tahu apakah hal ini ada kaitannya dengan informasi yang diterima mengenai keterlibatan istri salah satu pimpinan KPU Provinsi sebagai tim sukses paslon dalam pilgub ini," katanya.

Semua Petugas KPPS Pilkada 2020 Akan Jalani Rapid Test

Menurut dia, semua informasi ini akan dibawa ke DKPP untuk mendapatkan pembuktian. "Kami tidak ingin menuduh sembarangan, biarlah informasi itu nanti diproses di DKPP," terangnya.

Dari rangkaian proses rekapitulasi tingkat kabupaten-kota yang baru selesai kemarin, pihaknya memutuskan walk out dengan menyampaikan keberatan di setidaknya empat kabupaten karena masukan tentang  berbagai pelanggaran berat, ketidaktelitian dan potensi kecurangan yang tidak direspon dengan cara sepantasnya.

"Kami terpaksa walk out karena ingin menjaga suasana yang kondusif. Kami tidak ingin akar rumput bergejolak karena masalah ini," tuturnya.

Menurut Deddy, berbagai temuan ini nanti akan disampaikan dalam pleno rekapitulasi di provinsi. "Penyelenggara dan pengawas buruk sekali, meski banyak juga yang melakukan tugasnya dengan baik. Tapi akumulasi temuan yang ada hanya menyimpulkan satu hal, dari sisi kualitas penyelenggaraan buruk sekali," ujarnya.

Pihaknya mencatat bahwa partisipasi pemilih sebenarnya sangat rendah. Dari laporan yang dikumpulkan sebenarnya partisipasi itu hanya di kisaran 40 persen, selebihnya kemungkinan besar adalah pemilih hantu. Surat undangan banyak yang tidak disampaikan kepada pemilih, banyak pemilih yang tidak berhak dimobilisasi untuk mencoblos.

Sebaliknya warga di pedalaman yang ada dalam DPT tapi hanya membawa KTP malah disuruh  memfotokopi KTP padahal jaraknya belasan kilometer dari TPS. Ada form C1 yang tidak ditandatangani oleh petugas, perubahan yang tidak disertai berita acara, dan berbagai penyimpangan serta kelalaian fundamental lainnya.

"Praktik politik uang, intimidasi kepala desa dan banyak lagi. Itulah kenapa kami mengatakan kualitas pilgub ini sangat buruk, bahkan jika dibandingkan dua  pilgub sebelumnya," tegas Deddy.

PDI Perjuangan juga menyoroti real count C1 yang diunggah di website KPU Provinsi yang ternyata berbeda dengan data yang ada kotak suara. "Menjadi pertanyaan, bukankah harusnya yang di-upload itu adalah yang ada di dalam kotak suara? Kalau begini, kita curiga bahwa real count itu didesain untuk membentuk opini yang menguntungkan salah satu calon," ujarnya.

Deddy berharap agar KPU Pusat dan Bawaslu segera turun tangan dan melakukan evaluasi. "Kami akan menerima jika faktanya kami kalah tapi jelas kami tidak akan diam kalau berbagai kecurangan yang terjadi diabaikan begitu saja," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya