Kisah Polisi Ungkap Kasus Pembunuhan dari Lirikan Mata
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id – Kasus dugaan pembunuhan yang menewaskan Wayan Mirna Salihin setelah minum kopi bercampur racun di Kafe Olivier, Jakarta, masih menyimpan misteri. Meski kini sudah ada tersangkanya, Jessica Kumala Wongso, tapi kepolisian terkesan kesulitan mengungkapnya.
Sebenarnya banyak peristiwa pidana yang diawali dari misteri. Seperti kasus pembunuhan diawali temuan mayat tanpa identitas. Banyak korban ditemukan dengan petunjuk minim sehingga semula dikira meninggal wajar. Setelah diselidiki ternyata korban pembunuhan.
Untuk kasus seperti ini, petugas identifikasi berperan besar. Nah, salah satu anggota identifikasi yang kerap ditugaskan menggali kasus-kasus misterius di Surabaya ialah Ajun Inspektur Satu (Aiptu) Pudji Hardjanto, anggota Polrestabes Surabaya. Pria yang gemar berkacamata hitam ini menamai dirinya dengan Pudji Nyowo Sisa.
Baca Juga:
Salah satu kasus pelik yang ditangani Pudji ialah kasus mayat dalam tabung gas di Jalan Kapas Krampung, Surabaya, tahun 2012 silam. Korbannya berinisial EK, warga Jawa Tengah, yang tinggal di rumah pasangan suami istri berinisial EB dan PY di Jalan Kapas Krampung.
Kasus bermula ketika pada Maret 2012 keluarga EB melaporkan EK yang dilaporkan menghilang sejak Februari tahun yang sama. "Tapi anggota sempat curiga pada EB. Saya bersama tim lalu ke TKP (tempat kejadian perkara di rumah EB) menyelidiki," kata Pudji ditemui VIVA.co.id di Surabaya, Senin 1 Februari 2016.
Meski sempat menolak, EB akhirnya mempersilakan anggota melakukan penggeledahan di rumahnya. Semua sudut ruangan di lantai satu dan dua digeledah. Berjam-jam melakukan penggeledahan, tidak ditemukan petunjuk keberadaan korban kecuali bajunya. "EB juga tidak terlihat panik," cerita Pudji.
Dirasa nihil, Kepala Unit Resmob Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Polisi Agung Pribadi, yang memimpin penggeledahan memberikan aba-aba kepada anggota untuk kembali ke markas. Sebab, hasil penggeledahan menyimpulkan EK diduga kuat memang korban orang hilang. "Tapi naluri saya berkata, ada mayat di rumah tersebut," kata Akpol angkatan tahun 1993-1994 itu.
Pudji meminta waktu kepada komandannya. Ia lantas masuk ke dalam kamar mandi rumah EB. Pudji penasaran. Ia mengamati dengan saksama kondisi kamar mandi. Semuanya tampak biasa, kecuali dua potong keramik di dinding terlihat lebih bersih dari keramik-keramik yang lain. Dua keramik itu seperti dibersihkan berulang-ulang oleh sang pemilik.
Setelah diteliti, ada setitik percikan darah di permukaan keramik yang lain. Ketika EB ditanya, ia mengaku sering berlatih tinju di dalam kamar mandi. Tinjunya tak sengaja menghantam dinding kamar mandi sehingga tangannya berdarah. Darahnya menempel ke keramik dan EB mengaku membersihkannya.
EB memberikan penjelasan soal kecelakaan kecil tinjunya itu dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. "Tapi ada yang janggal dengan keterangan EB, kenapa darah sendiri di keramik dibersihkan berulang-ulang. Saya pura-pura mengabaikan perhatian dari keramik," jelas Pudji.
Naluri Pudji kemudian membawa sorot matanya pada tabung gas 50 kilogram di garasi rumah EB. Oleh sang pemilik, tabung itu ditutupi kasur bekas dan benda lain tak berguna, seperti sudah tidak berfungsi dan dibiarkan tergeletak lama oleh sang pemilik.
"Saya lalu mengamati debu di sekitar tabung, lapisannya tidak setebal debu di permukaan lantai agak jauh dari tabung. Kesimpulannya, tabung itu diletakkan paling terakhir di garasi dari pada benda-benda lainnya," kata Pudji.
"Saya curiga ada mayat di dalam tabung. Sepertinya tidak masuk akal. Tidak ada bau mayat keluar dari dalam tabung. Diameter tabung juga tidak mungkin bisa memuat tubuh manusia. Tapi saya waktu itu penasaran dan ingin menggalinya," tambah Pudji.
Sebelum tabung dibuka, Pudji menginterogasi EB. Reserse yang pernah bertugas di Atambua, perbatasan Timor Leste Timor Barat itu, memasang kacamata hitamnya, melindungi sorot mata curiganya dari pandangan orang yang diinterogasi. Kacamata ia gunakan juga untuk memudahkan menganalisis mimik muka dan gerak-gerik mata EB saat menjawab pertanyaan.
"Kepada EB saya langsung bilang, 'Saya tahu di sini ada mayat. Anda menyimpan mayat, kan?' EB kaget, tapi menyangkal dengan nada bicara tenang. Matanya memandang ke saya, tapi lalu dialihkan ke arah tabung di garasi. Saya tanya lagi, EB tetap tidak mengaku. Tapi dia sering melirik ke tabung di sela-sela memandang saya," ujar Pudji.
Dari lirikan mata EB ke tabung, Pudji mendapatkan keyakinan bahwa jasad korban disembunyikan pelaku di dalam tabung gas. Singkat cerita, tabung dibongkar dan ternyata kecurigaan Puji terbukti. "Korban ternyata simpanan EB. Dia dibunuh karena pelaku cemburu korban punya pacar baru," kata Pudji.
Banyak kasus lain yang berhasil diungkap Pudji dan rekan identifikasi yang diawali petunjuk minim, bahkan sangat minim. Pudji juga diganjar penghargaan oleh maskapai Air Asia karena berperan pada pengungkapan seratus lebih identitas korban tragedi Air Asia QZ8501 yang jatuh di perairan Karimata, Kalimantan, Desember 2014 lalu.