KPK: Kerugian Negara Korupsi Pelindo Capai 3,6 Juta Dolar
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu hasil penghitungan akhir mengenai dugaan kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan 3 unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo ll Tahun 2010.
Namun diperkirakan dugaan kerugian negara yang timbul akibat perkara ini sekitar USD 3,6 Juta. Angka tersebut juga diketahui tercantum dalam jawaban KPK atas gugatan praperadilan yang diajukan oleh mantan Dirut PT Pelindo ll, Richard Joost Lino.
Wakil Ketua KPK, Laode Syarief menyebut angka dalam jawaban praperadilan itu didapat dari hasil perhitungan sementara yang dilakukan oleh Ahli serta perhitungan yang dilakukan sendiri oleh KPK.
"Audit pasti dari BPKP dan BPK sedang dilaksanakan," kata Syarief di kantornya, Jumat 29 Januari 2016.
Syarief mengatakan pihaknya masing menunggu hasil final dari perhitungan dugaan kerugian negara terkait perkara ini yang diharapkan segera selesai. Namun dia menduga hasil akhir perhitungan tidak akan jauh dari perhitungan sementara yakni USD 3,6 juta.
"Menurut kami tidak akan jauh beda dengan yang ada sekarang karena perhitungan sudah menggunakan dengan metode yang sama dengan perhitungan kerugian negara pada umumnya," ungkap Syarief.
Diketahui, pada jawaban atas dugaan kerugian negara atas perkara di Pelindo ll itu, KPK menduga ada dugaan kerugian negara sekurang-kurangnya USD 3.625.922,00 dalam pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll tahun 2010.
Hal tersebut berdasarkan Laporan Audit lnvestigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC di Lingkungan PT Pelindo ll Tahun 2010 Nomor : LHAl-244/D6.02/2011 tanggal 18 Maret 2011.
Masih pada pemaparan KPK, pengadaan 3 unit QCC di PT Pelindo ll tahun 2010 itu ditemukan adanya potensi kerugian negara mencapai USD 3.625.922,00. Hal tersebut berdasarkan Laporan Audit lnvestigatif BPKP yang tercantum dalam Nomor : LHAl-244/D6.02/2011 tanggal 18 Maret 2011.
Selain itu, perhitungan itu juga berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari lnstitut Teknologi Bandung (lTB) yang juga turut diminta bantuannya oleh pihak KPK pada saat perkara ini masih tahap penyelidikan.
Ahli dari lTB pernah diminta untuk melakukan kunjungan cek fisik dan estimasi harga fasilitas crane PT Pelindo ll di 3 pelabuhan di mana crane itu ditempatkan, yakni di Panjang, Pontianak dan Palembang.
Hasilnya kemudian dilaporkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan mengenai analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat perbedaan waktu kontrak dari produsen yang sama.
Perbedaan itu cukup signifikan yakni dengan total sekurang-kurangnya USD 3.625.922,00.
Terkait dalil pihak Lino yang merujuk pada hasil pemeriksaan BPK tanggal 5 Februari 2015 yang tidak menunjukkan keterangan mengenai kerugian keuangan negara, hal tersebut juga dibantah pihak KPK. Meski tak mencantumkan keterangan kerugian negara, BPK merekomendasikan pemberian sanksi kepada Kepala Cabang Pelabuhan Pontianak yang tidak melaksanakan pembangunan Powerhouse beriringan dengan pengadaan QCC dan penyelesaiannya terlambat. Serta merekomendasikan agar Kepala Cabang Pontianak dan Palembang untuk mengoptimalkan penggunaan QCC dan segera menyelesaikan pembangunan Powerhouse.
Pihak KPK menilai rekomendasi BPK tersebut justru memperjelas ada penyimpangan dalam pengadaan 3 QCC tersebut. Serta menunjukkan pengadaan itu tidak dipersiapkan secara matang sesuai dengan kebutuhan di pelabuhan Panjang, Pontianak dan Palembang.
Pengadaan tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai, sehingga menimbulkan inefisiensi atau dengan kata lain, pengadaan itu sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang Lino Selaku Dirut Pelindo demi menguntungkan dirinya atau orang lain.
Kendati telah mengantongi potensi kerugian negara pada saat tahap penyelidikan, namun hal tersebut akan dilengkapi lagi pada proses penyidikan. Sehingga didapat perhitungan kerugian negara yang komprehensif didasarkan pada bukti-bukti yang pada gilirannya akan dibuktikan dalam persidangan perkara pokoknya.