Pemerintah Kesulitan Atasi Website Bahrun Naim
Rabu, 20 Januari 2016 - 15:09 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui, Pemerintah kesulitan untuk menindak laman
website
dari Bahrun Naim, terduga otak serangan teroris di Jalan MH Thamrin, 14 Januari 2016 lalu.
Baca Juga :
Densus Beberkan Peran 8 Tersangka Teroris Kelompok NII yang Ditangkap di Beberapa Wilayah Indonesia
Baca Juga :
Organisasi Pers Sebut Sebagian Besar Jurnalis Dibunuh secara Sengaja oleh Israel di Gaza
Seperti diketahui, Bahrun menyebar ancaman pasca serangan bom di Starbucks Coffee dan pos polisi perempatan Sarinah, menggunakan alamat website www.bahrunnaim.site dan www.bahrunnaim.co. Namun, pemerintah hanya bisa memblokir alamat website itu, tanpa bisa menindak para pihak dibalik situs tersebut.
Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, menurut Pramono, bisa memberikan ruang gerak ke aparat keamanan, dalam menindak perbuatan seperti yang dilakukan Bahrun Naim di dunia maya.
"Kalau itu (revisi) dilakukan, seperti web-nya Bahrun Naim yang mengancam dan sebagainya itu, segera bisa dibersihkan," kata Pramono, di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 20 Januari 2016.
Memblokir laman website sebenarnya belum menyelesaikan persoalan. Bahrun Naim tetap bisa muncul kembali menggunakan akun baru. Sementara pemerintah, tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebab, kepolisian tidak bisa melakukan pengejaran, menjatuhkan sanksi, dan mencari pihak yang membuat situs. Bahkan pemerintah tidak bisa menindak konten yang dimuat situs tersebut, termasuk mencari providernya.
"Karena memang kita belum memiliki UU (undang-undang) yang mengatur itu. Maka dalam hal pencegahan terhadap terorisme dan pencegahan deradikalisasi itu menjadi titik berat, menjadi konsen dari pemerintah," kata Pramono.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Kalau itu (revisi) dilakukan, seperti web-nya Bahrun Naim yang mengancam dan sebagainya itu, segera bisa dibersihkan," kata Pramono, di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 20 Januari 2016.