Ada Sekolah di Depok Gunakan Buku Ajaran 'Teroris'

Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh Nadlir

VIVA.co.id – Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor, Adung A Rochman, menilai bahwa salah satu cikal bakal munculnya radikalisme adalah dari lembaga pendidikan, selain dari lingkungan keluarga, atau media massa.

BNPT dan PNM Perkuat Kolaborasi Pencegahan Radikalisme Melalui Pemberdayaan Ekonomi

"Salah satu akar berkembangnya radikalisme ternyata dimulai dari sejak usia TK atau sekolah," kata Adung di kantor GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 20 Januari 2016.

Temuan GP Ansor di lapangan, ada lembaga pendidikan usia dini di Depok, Jawa Barat, yang menggunakan buku yang isinya mengandung benih-benih radikalisme. "Baru dapat laporan satu sekolah di Depok, nanti akan kami cek di daerah. Saya menduga ini jaringan, biar dinas yang bekerja," katanya.

Komdigi Blokir 6 Juta Lebih Konten di Sosmed untuk Cegah Diskriminasi Digital

Ia mengaku sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menindaklanjuti temuan buku berisi ajaran radikalisme tersebut.

"Kemarin sudah dikirim suratnya, ini kan baru ditemukan di Depok. Kita akan minta Ansor dan Banser di daerah, invetarisir TK mana saja, yang ada buku itu dan mencegah di kalangan masyarakat," katanya.

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Wakil Ketua GP Ansor, Benny Rhamdani, menerangkan bahwa buku tersebut dikemas dalam buku metode membaca praktis berjudul "Anak Islam Suka Membaca" yang diterbitkan sejak tahun 1999.

"Ada lima jilid, diterbitkan Pustaka Amanah, Solo. Penulisnya Murani Mustain. Sampai dengan tahun 2015 sudah mencapai 165 cetakan," terang Denny.

Buku tersebut, kata Denny, berisi kata dan kalimat seperti "Sahid di medan jihad" dan 'selesai, raih, bantai kyai'.

"Cenderung berbau upaya menanamkan radikalisme di sejumlah jilidnya," ujarnya.

Menurut Denny, Indonesia saat ini menghadapi gerakan radikalisme. Ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang menggunakan media sekolah, keluarga, teknologi untuk menanamkan radikalisme khususnya anak usia emas, TK dan Paud.

"Buku bebas, tak ada terbitan dari Kementerian. Sudah kirim surat, untuk menarik buku dari peredaran. Kami desak aparat hukum dan kementerian bekerja. Kami minta kementerian ambil tindakan tegas," kata dia. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya