Bos Ditangkap KPK, Kantor PT WTU di Ambon Sepi
- VIVA/Angkotasan
VIVA.co.id - Tak tampak aktivitas perkantoran di PT. Windu Tunggal Utama (WTU), setelah penangkapan Abdul Khoir oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pekan lalu. Kantor PT WTU yang berlokasi di Jalan Aster RT.003/02, Kelurahan Hatiwe Kecil, Kota Ambon, terlihat sepi.
Abdul Khoir merupakan Direktur Utama PT WTU yang ditangkap bersama dengan anggota DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti. Penangkapan diduga terkait proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) yang berada di Kota Ambon, Maluku.
Papan nama kantor di gedung berlantai dua itu juga telah dicopot. Tidak ada satupun satpam yang berdiri di depan pintu masuk. Salah satu pegawai yang mendadak datang di gedung tersebut juga enggan berkomentar. Pegawai tersebut mengaku tidak bisa melayani pertanyaan wartawan. "Maaf ya saya hanya pekerja di sini, saya tidak bisa bicara apa-apa," ujarnya sambil menggembok pintu pagar, Senin, 18 Januari 2016.
Pantauan VIVA.co.id, di kantor PT WTU hanya ada satu mobil avanza berwarna putih dan satu motor yang sedang terparkir.
Sebelumnya dari penuturan warga, gedung yang dijadikan Abdul Khoir sebagai tempat untuk mengendalikan proyeknya di Maluku selalu ramai dengan aktivitas para pegawai sampai sore. Ada juga beberapa satpam yang berjaga bergiliran. Sehingga tidak sembarang tamu bisa bertemu Abdul Khoir. "Kami tidak tahu papan nama itu kapan dicopot, ada kok beberapa hari kemarin," kata salah seorang warga sekitar.
Diketahui, KPK telah menetapkan Damayanti sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di Kemen PUPR. Anggota Komisi V DPR dari Dapil Jawa Tengah itu disangka telah menerima suap dari Direktur Utama PT WTU, Abdul Khoir. KPK menduga Damayanti dijanjikan uang sebesar SGD 404,000 untuk 'mengurus' proyek di Kemen PUPR.
Suap diduga diberikan kepada Damayanti secara bertahap, melalui stafnya yang bernama Dessy A. Edwin serta Julia Prasetyarini alias Uwi. KPK kemudian berhasil membongkar kasus ini setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan pada Rabu malam, 13 Januari 2016.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Damayanti, Dessy dan Uwi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Khoir, selaku pihak yang diduga memberikan suap, disangka telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(mus)