Pengamat: Indonesia Belum Bisa Protes Timor Leste
Senin, 18 Januari 2016 - 14:04 WIB
Sumber :
- Antara/ Yudhi Mahatma
VIVA.co.id
- Wilayah perbatasan antara Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste kembali memanas. Panglima Kodam IX Udayana, Mayor Jenderal TNI M. Setyo Sularso menuding, Timor Leste mengklaim daerah yang selama ini masih menjadi wilayah sengketa.
Sengketa batas itu berada di Noelbesi-Citrana, Desa Netamnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Klaim wilayah ini ditunjukkan dengan ditemukannya fakta di lapangan, yakni sejumlah bangunan secara permanen dibangun di wilayah tersebut, seperti kantor pertanian, balai pertemuan, gudang dolog (depot logistik), tempat penggilingan padi, pembangunan saluran irigasi dan jalanan yang diperkeras.
"Ada 53 KK yang mendiami wilayah steril tersebut di Dusun Naktuka Desa Netamnanu, Utara Kecamatan Amfoang Timur. Mereka ber-KTP Timor Leste," ujar Setyo, Senin, 18 Januari 2016.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana mengatakan, Pemerintah Indonesia mesti memeriksa lebih lanjut, latar belakang pembuatan bangunan di wilayah sengketa itu. Dalam hukum internasional, pendirian bangunan tidak menjadikan pemerintah mengklaim sebuah wilayah.
"Harus diperhatikan, ini inisiatif penduduk atau bukan," ujar Hikmahanto saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 18 Januari 2016.
Menurutnya, di sebuah wilayah sengketa, masyarakat tetap diperbolehkan tinggal dan membuat bangunan. Hal ini sudah menjadi kesepakatan internasional dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ini dikarenakan, umumnya masyarakat tidak memahami posisi batas wilayah negara.
"Kalau cuma masyarakat yang membangun ada konvensi PBB yang mengatur, karena masyarakat tidak tahu ada status quo di suatu wilayah," ujarnya menambahkan.
Guna menyelesaikan masalah ini, Pemerintah Indonesia bisa membangun kerja sama dengan Pemerintah Timor Leste dalam memberikan pemahaman pada warga yang menempati wilayah tersebut. Hikmahanto menilai, selama tidak ada sertifikat atau dokumen resmi dari Pemerintah Timor Leste yang memberikan hak pada penduduk untuk menempati wilayah itu, pemerintah tidak bisa mengajukan protes.
"Tidak bisa langsung mengajukan protes, Pemerintah bisa kerja sama memberikan pemahaman dulu pada masyarakat," ujarnya menjelaskan.
Namun, jika pemerintah menemukan dokumen resmi yang menunjukan bangunan itu dilegalkan oleh Pemerintah Timor Leste, nota protes bisa langsung dilayangkan. "Kalau itu baru protes."
(mus)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Harus diperhatikan, ini inisiatif penduduk atau bukan," ujar Hikmahanto saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 18 Januari 2016.