Bom Sarinah, Media Diminta Jangan Sebarkan Keresahan
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Kepala Program Studi Komunikasi Massa Akademi Televisi Indonesia (ATVI) Jakarta, Agus Sudibyo, mengatakan, peristiwa bom di kawasan Sarinah menjadi topik utama dalam arus perbincangan di media sosial dan media massa sampai saat ini. Menurut Agus, ada beberapa yang sungguh-sungguh perlu diperhatikan dalam hal ini.
Pertama, para pegiat media sosial harus hati-hati dan cermat dalam mengirimkan foto, video dan pesan-pesan di seputar peristiwa bom Sarinah. Agus berpesan jangan sampai arus komunikasi-informasi melalui media sosial justru menambah keresahan, ketakutan dan prasangka negatif tertentu dalam masyarakat.Â
"Dalam situasi darurat seperti sekarang ini, semua pihak harus menahan diri, mengendapkan ego personal dan sungguh-sungguh memikirkan kepentingan bersama, yakni menjaga ketentraman masyarakat, memberi rasa aman bagi semua pihak, memberi kesempatan kepada aparat untuk mengendalikan situasi, dengan tetap menjaga kewaspadaan bersama," ujar mantan anggota Dewan Pers ini di Jakarta, dalam keterangan tertulisnya, Minggu 17 Januari 2016.
Agus mengingatkan agar para pegiat media sosial tidak asal kirim, tidak asal menyebarkan berantai dan memikirkan dampak-dampak persebaran informasi untuk situasi psikologis masyarakat. Selain itu dia minta agar masyarakat tidak mudah percaya dan mampu menyaring informasi yang tersebar melalui jejaring sosial.
Kedua, media massa online, cetak, radio maupun televisi kelihatan sekali bersaing untuk menjadi yang pertama dan yang paling eksklusif dalam memberitakan bom Sarinah. Menurutnya, trauma atas teror yang terjadi adalah trauma seluruh bangsa Indonesia. Korban dari teror bom itu adalah masyarakat secara keseluruhan.
"Jangan sampai trauma itu, ketakutan itu semakin mendalam karena pemberitaan media yang menggebu-gebu dan berlebihan," ucap dia.
Menurutnya, sudah menjadi tugas pers untuk memberitahukan apa yang terjadi kepada masyarakat. Pemberitaan pers penting untuk menjaga kewaspadaan masyarakat.
Namun jangan sampai pemberitaan itu diwarnai dengan informasi spekulatif, simpang siur, juga informasi salah yang menimbulkan kebingungan atau ketakutan masyarakat.
"Jika tidak hati-hati benar, pemberitaan pers tentang peristiwa terorisme yang sangat terbuka dan kaya dapat digunakan oleh para teroris untuk memetakan situasi, mengkalkulasi persebaran aparat keamanan, menyiapkan dengan lebih seksama serangan-serangan selanjutnya," ujar mantan peneliti Institut Studi Arus Informasi (ISAI) itu.
Menurutnya, pemberitaan tentang kekerasan yang terjadi juga dapat memberi inspirasi dan keberanian bagi kelompok tertentu yang telah memiliki kecenderungan radikal atau agresi untuk melakukan kekerasan yang serupa. Ada yang lebih penting dari pemberitaan media dalam situasi darurat sekarang ini, yakni rasa tentram dan aman masyarakat.
"Masyarakat membutuhkan berita-berita yang mampu menumbuhkan optimisme masyarakat bahwa negara akan hadir dan mampu mengatasi situasi dengan segera. Masyarakat membutuhkan berita dan informasi yang mampu menumbuhkan ketegaran dan keberanian menghadapi teror dari mana pun," kata dia. (one)