Soal Bom Thamrin, Pengamat: Darimana Kita Tahu Itu ISIS?
Sabtu, 16 Januari 2016 - 13:10 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id / Danar Dono
VIVA.co.id
- Kelompok ekstrem radikalisme yang biasa disebut dengan ISIS, dicurigai menjadi dalang utama ledakan dan baku tembak yang terjadi di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta, pada Kamis lalu, 14 Januari 2016. Aparat kepolisian pun mengamini hal tersebut.
Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said, justru meragukan pernyataan yang disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian. Pada saat itu, Tito menyebut bahwa ISIS adalah otak dari insiden yang menewaskan beberapa orang tersebut.
"Darimana Kapolda Irjen Tito tahu kalau itu semua ISIS? Teroris semua terbunuh. Bagaimana Anda bisa yakin, kalau itu ISIS? Ada bukti atau tidak?" tanya Salim dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu 16 Januari 2016.
Baca Juga :
Pembom Paris Diboyong dari Belgia ke Prancis
Menurut Salim, dengan tewasnya para teroris tersebut, data dan informasi untuk menguak siapa dalang dari insiden bom Thamrin, justru akan semakin sulit. Seharusnya, lanjut dia, aparat penegak hukum lebih mengambil langkah bijak sebelum mengeksekusi para teroris itu.
Namun, mantan Kepala Departemen Khusus (Densus) 88 Polri, Bekto Suprapto menegaskan, langkah aparat Kepolisian dalam insiden tersebut tidak sepenuhnya kesalahan fatal. Sebab, dengan kemajuan teknologi saat ini, aparat penegak hukum memiliki wadah yang sangat luas untuk menjaring aksi-aksi radikalisme.
"Densus itu ada yang namanya data teknologi. Jaringan Kapolda itu begitu luas. Saya sangat yakin, Pak Tito memikirkan hal ini. Coba dilihat dari bom di Sarinah. Setelah kejadian itu, serentetan penangkapan terjadi di mana-mana. Itu darimana? Dari informasi tersebut," tuturnya.
Meski demikian, perhatian untuk tetap membiarkan hidup para pelaku radikalisme tersebut mampu dijadikan masukan bagi pemerintah. Sehingga, data dari para pelaku terorisme itu semakin menguatkan data yang sudah berada di jaringan pihak kepolisian.
"
Warning
itu tetap benar. Kalau bisa memang harus dilumpuhkan. Tapi tetap, kalau dia (teroris) bawa bom, pistol, dan geranat itu tetap harus ditembak. Terlambat satu detik, bisa berbahaya," katanya. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Namun, mantan Kepala Departemen Khusus (Densus) 88 Polri, Bekto Suprapto menegaskan, langkah aparat Kepolisian dalam insiden tersebut tidak sepenuhnya kesalahan fatal. Sebab, dengan kemajuan teknologi saat ini, aparat penegak hukum memiliki wadah yang sangat luas untuk menjaring aksi-aksi radikalisme.