Mengunjungi Kampung Gafatar di Kalimantan Barat
- VIVA.co.id/Aceng Mukaram
VIVA.co.id - Baru-baru ini Kalimantan Barat menjadi sorotan publik, sejak disebut-sebut sebagai 'markas' dari organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Bahkan, daerah ini diyakini memiliki perkampungan khusus bagi warga Gafatar. Setidaknya, ada lahan seluas 5.000 hektare telah disiapkan untuk menampung ratusan pengikut Gafatar.
Dari penelusuran VIVA.co.id, di Pontianak memang ditemukan sebuah tempat khusus berkumpulnya pengikut Gafatar. Meski kini telah ditinggalkan, namun sisa wadah Gafatar tersebut masih bisa ditemukan.
Salah satunya di Jalan Gusti Situt Mahmud, Kecamatan Pontianak Utara. Di mana, rumah yang kini ditinggalkan pemiliknya tersebut merupakan 'dedengkot' Gafatar yang disebut menjadi penyedia tanah bagi warga Gafatar yang hendak ke Kalimantan.
"Rumahnya sudah kosong. Mungkin sudah dua bulan ditinggalkan," kata seorang pemuda setempat yang mengaku melihat aktivitas pengikut Gafatar di daerah itu.
Menurut pemuda tersebut, kelompok Gafatar di Pontianak Utara, kerap melakukan kegiatan sosial, seperti aksi bersih Sungai kapuas, donor darah, dan kegiatan pertanian.
Tak cuma itu, mereka juga membangun usaha budidaya perikanan jenis lele dan mengolah lahan pertanian di atas lahan seluas 80 meter persegi.
"Kabarnya, mereka juga hendak membuat perumahan di Kabupaten Mempawah dan Ketapang," kata pemuda yang enggan menyebutkan namanya tersebut.
Sejauh ini, meski kini sudah tidak ada lagi pengikut Gafatar yang bisa ditemukan. Namun, Gafatar sempat memiliki sekretariat khusus di Pontianak, tepatnya di Jalan Purnama Kota Pontianak.
Gelombang pendatang
Bergeser ke Kabupaten Ketapang yang berjarak puluhan kilometer dari Pontianak. Di daerah ini, ternyata malah ditemukan 500-an warga pendatang baru yang menetap dan tinggal di Desa Sukamaju, Kecamatan Muara Pawan Ketapang.
Ratusan orang ini mengaku sebagai kelompok tani yang berasal dari Sumatera dan Jawa Tengah. Satu kelompok beranggotakan 278 orang dan sisanya sebanyak 245 orang.
Kelompok pertama diketuai oleh pria bernama Wagiran dan yang kedua diketuai Trubus Hermawan.
Dari pengakuan mereka, ratusan orang tersebut merupakan pentolan Gafatar yang telah mengundurkan diri. Namun, tak dijelaskan mendalam alasan kepindahan mereka ke wilayah tersebut.
Hanya saja, seperti yang sudah menjadi jargon Gafatar, ratusan warga ini bersikukuh bila mereka ingin bertani dan mengklaim ingin mensukseskan program Presiden Joko Widodo, yakni ketahanan pangan.
"Kita ketahui bersama, Indonesia pernah menjadi Swasembada pangan, tetapi semua berubah dan saat ini menjadi importir pangan, dari situlah kita terpanggil untuk berbuat lebih baik untuk bangsa, khususnya Desa Sukamaju melalui program ketahanan pangan," kata salah seorang warga bernama Syofian.
Trubus Hermawan, salah seorang ketua kelompok ini mengaku sangat berharap warga setempat menerima mereka.
"Kami tidak ingin lagi melihat latar belakang kami (sebagai Gafatar), kami ingin melihat masa depan, walau mungkin masa lalu kami dulu di anggap sebagai ulat menjijikkan, tetapi kami yakin ulat dapat berubah menjadi kupu-kupu yang indah, makanya kami ingin menjadi lebih baik," ujarnya.
Sejauh ini, pemerintah setempat mengaku mengizinkan ratusan warga pendatang tersebut tinggal dan bercocok tanam di Desa Sukamaju. (asp)