TNI Lembaga Paling Dipercaya Publik, Ungkap Survei
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menggelar survei mengenai tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara. Salah satu hasil surve, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi lembaga yang mendapat kepercayaan tertinggi di kalangan masyarakat.
"TNI mendapatkan kepercayaan responden sebesar 89,6 persen," kata Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan, dalam konferensi pers hasil survei 'Menjadi Lebih Presidensial di 2016' di Jalan Cisadane Nomor 8, Jakarta, Selasa, 12 Januari 2016.
Djayadi menuturkan, urutan kedua yang mendapatkan kepercayaan publik adalah Presiden sebesar 83,7 persen. Kemudian ketiga, Komisi Pemberantasan Korupsi 82,9 persen.
Menurutnya, warisan masa lalu membuat TNI menjadi lembaga yang dianggap paling solid dibanding lembaga lain. Lalu, keamanan dan ketertiban negara yang secara umum terjaga juga menjadi faktor. Misalnya tidak ada perang, pemberontakan di Aceh selesai, dan pemberontakan di Papua tidak mengganggu tempat lain.
"Kasus bisa diselesaikan dengan membaik. Lalu ancaman perang dan intervensi dari negara lain kita merasa itu tidak ada. Jadi wajar kalau masyarakat menganggap TNI doing very well," kata Djayadi.
Alasan lain kenapa TNI dianggap mengerjakan pekerjaannya dengan baik karena berbeda dengan Polri. TNI cenderung berada di belakang layar atau tidak sering tampil di depan publik serta tidak langsung bersentuhan dengan publik.
"Ketika tidak bersentuhan langsung dengan publik, yang kelihatan pasti baik-baiknya saja. Kalau kita mau melihat hutan dari jauh, yang kelihatan hijau, tapi begitu kita masuk akan kelihatan dimana ularnya," kata Djayadi.
Ia membandingkan perbedaan antara TNI dengan Polri. Polisi tiap hari ada di jalan, masyarakat berinteraksi dengan polisi saat akan membuat Surat Izin Mengemudi, dan interaksi lainnya.
Sehingga publik lebih mengetahui keburukan polisi satu persatu. Hal itu membuat tingkat kepercayaan semakin berkurang.
"Bentrok masyarakat dengan TNI tak sebanyak dengan polisi. Hanya beberapa kasus saja. Kalau ada kasus bentrok, antara TNI dengan polisi," kata Djayadi.
Djayadi mengatakan apabila ada bentrok, masyarakat cenderung menyalahkan polisi karena lebih tahu bobotnya polisi dibanding TNI.
"Bukan berarti lebih bobrok polisi. Tapi bobroknya TNI tidak terlihat oleh masyarakat," lanjut Djayadi.
Meskipun TNI dianggap kinerjanya dapat dipercaya, ia menilai masyarakat tidak akan kembali memercayakan pemerintahan pada militer. Sebab, masyarakat masih meyakini demokrasi sebagai sistem yang terbaik saat ini.
"Demokrasi berarti, militer ada di bawah sipil," kata Djayadi.
Sebelumnya, SMRC melakukan survei pada 1220 responden. Metode yang mereka gunakan adalah multistage random sampling dengan margin of error sebesar +/- 3,2 % pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden diwawancara dengan tatap muka pada 10 hingga 20 Desember 2015. (ren)