Ini Perlunya Undang-undang Penghinaan atas Pengadilan
Kamis, 31 Desember 2015 - 06:05 WIB
Sumber :
- Lilis Khalisotussurur
VIVA.co.id
- Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, mengatakan wacana regulasi atau rancangan undang-undang
contempt of court
atau penghinaan atas sidang pengadilan dinilai perlu untuk menjaga martabat peradilan di Indonesia.
"Jangan terbawa oleh opini-opini yang menyesatkan. Kadangkala ada di persidangan, hakim mau jatuhkan putusan tapi bagi orang-orang tertentu mengerahkan massa kemudian melakukan keributan di ruang sidang. Ini sudah berupa teror pada hakim," ujar Hatta di Jakarta, Rabu 30 Desember 2015.
Ia melanjutkan, jika terjadi hal yang seperti ia ceritakan, ia mewanti-wanti jangan sampai hakimnya menjadi ketakutan. Sehingga mulanya hakim ingin menghukum berat tapi malah dihukum ringan karena diteror.
Baca Juga :
Penggugat Ahok Rp 100 Miliar Diperiksa 4 Jam
Menurutnya kalau tidak ada regulasi contempt of Court yang menjamin para hakim melaksanakan tugasnya, teror seperti itu dikhawatirkan terjadi.
Ia mencontohkan konteks lain soal perlunya regulasi ini. Misalnya dalam ruang sidang, seringkali terjadi peserta sidang tidak menghormati jalannya sidang.
"Keluar seenaknya (saat persidangan), mengambil gambar seenaknya tanpa izin hakim yang menyidangkan. Ini tidak boleh," ujar Hatta.
Ia membandingkan dengan persidangan yang terjadi di luar negeri meski tidak menyebutkan negaranya secara detail. Di luar negeri, pengambilan foto terdakwa harus atas seizin terdakwa dan hakim yang menyidangkan. Ketika tidak ada izin dari dua pihak tersebut, pengambilan foto dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.
"Orang yang disidang harus menggunakan asas praduga tak bersalah. Sepanjang belum diputus oleh keputusan yang berkekuatan hukum tetap, orang itu di mata kita tak boleh dinyatakan bersalah," kata Hatta.
Lalu di daerah ia mencontohkan ada hakim yang berlari masih dengan berpakaian toga karena dikejar massa. Menurutnya banyak hakim yang menjadi korban saat menyidangkan perkara.
Ia menilai kalau hakim tidak dilindungi, yang rugi bukan hakim tapi masyarakat sendiri. Ada masyarakat yang saling berperkara. Tapi salah satunya bisa mengerahkan massa dan meneror. Akibatnya bisa timbul ketakutan hakim.
"Tujuannya menjaga hakim sehingga bisa tenang menyidangkan perkara, tidak terganggu intervensi, ancaman keamanan," ujar Hatta.
Ia memberikan contoh lainnya. Misalnya pengacara Adnan Buyung Nasution saat masih aktif pernah meninggalkan persidangan di tengah proses tanpa izin. Menurutnya hal ini bentuk penghinaan pada peradilan.
"Hakim itu harus kita hargai jabatannya, putusannya. Kalau kita tidak puas ada upaya hukum banding, kasasi, sampai peninjauan kembali," kata Hatta. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Ia membandingkan dengan persidangan yang terjadi di luar negeri meski tidak menyebutkan negaranya secara detail. Di luar negeri, pengambilan foto terdakwa harus atas seizin terdakwa dan hakim yang menyidangkan. Ketika tidak ada izin dari dua pihak tersebut, pengambilan foto dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.