Muhammadiyah: Presiden Perlu Melakukan 'Reshuffle' Kabinet
- M Nadlir
VIVA.co.id - Sepanjang 2015, Indonesia dinilai berada dalam suasana dan kondisi yang stabil. Meski demikian, sejumlah hal masih menjadi catatan untuk tahun 2016.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, Indonesia perlu tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi meski lebih rendah dari yang ditargetkan oleh pemerintah.
Menurut dia, pemerintah perlu bekerja keras untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial yang masih tinggi. Hal itu dilakukan agar pemerataan kemakmuran dan keadilan sosial bisa terwujud.
"Kesenjangan kesejahteraan terjadi antardaerah, Jawa dengan luar Jawa, dan antarkelompok. Jika tidak segera ditangani dengan seksama, ketimpangan kesejahteraan sosial ekonomi dapat menyulut kecemburuan, konflik sosial dan rasial," ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya 62, Jakarta Pusat, Rabu 30 Desember 2015.
Catatan kritis lainnya terkait kegaduhan politik antarelit politik yang kontra produktif dan melanggar kepatutan. Muhammadiyah mendorong pentingnya penguatan sistem presidensial. Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan harus lebih berperan optimal dalam menjalankan pemerintahan secara lebih efektif dan efisien.Â
"Presiden perlu melakukan reshuffle kabinet, memilih menteri yang profesional dan berintegritas tinggi," ujarnya menambahkan.
Tak hanya itu, capaian dalam bidang hukum juga sangat rendah. Supremasi hukum masih jauh dari harapan. Indonesia masih dikuasai para mafia hukum dan peradilan. Praktik jual beli peraturan di lembaga legislatif dan keputusan di pengadilan masih tinggi. Karenanya, pemerintah perlu lebih serius membenahi institusi kehakiman dan membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
"Cita-cita Indonesia yang bersih dari korupsi masih jauh. AIih-alih jihad memberantas korupsi, yang terjadi justru kemunduran usaha memberantas korupsi dalam bentuk pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baik secara kelembagaan maupun personel," katanya.
Haedar menambahkan, suasana kehidupan keagamaan tahun 2015 juga dinilai cukup kondusif, meski sempat terjadi kasus Tolikara dan Aceh Singkil. Namun, ke depan pemerintah harus tetap waspada untuk mengantisipasi potensi terjadinya ketegangan dan konfik antarumat beragama yang masih tinggi.Â
Pemerintah perlu memperkuat bangunan kerukunan umat beragama secara lebih kokoh, bukan dengan memperbanyak undang-undang dan peraturan tetapi dengan melaksanakan perundang-undangan yang ada secara konsisten, adil dan imparsial. Dialog antarumat beragama serta melindungi kelompok minoritas, wajib dilakukan pemerintah.
"Pertentangan Sunni-Syiah merupakan bukti bahwa toleransi yang sejati belum menjadi bagian kehidupan keagamaan di tubuh bangsa ini. Ancaman terorisme bernuansa agama, perkembangan politik global, khususnya di Timur Tengah juga harus dicermati."
(mus)