Kasus Bansos Dipandang Lebih Terang Pemufakatan Jahatnya
Jumat, 11 Desember 2015 - 06:08 WIB
Sumber :
- Syaefullah
VIVA.co.id
- Penyelidikan Kejaksaan Agung terhadap kasus rekaman pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden terkait saham Freeport Indonesia dipertanyakan banyak kalangan. Pasalnya, dalam penyelidikan itu, Kejaksaan menduga ada unsur pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam rekaman tersebut, melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Riza Chalid.
Baca Juga :
Kasus Freeport, Setya Novanto Diperiksa Kejagung
Dalam rekaman tersebut, melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Riza Chalid.
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, menilai dugaan pemufakatan jahat yang tengah diusut Kejaksaan harus ada dasar hukumnya. Sebab konteks pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi adalah adanya upaya untuk melakukan penyuapan.
"Harus ada dealnya. Kalau teori saya disebut sudah ada ijab kabul. Nah kasus Novanto ini belum ada," kata Mudzakir kepada
VIVA.co.id
, Kamis 10 Desember 2015.
Menurut dia, pemufakatan jahat dalam UU Tipikor mensyaratkan adanya kedua belah pihak atau lebih, bersepakat untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang atas kewenangannya. "Nah ini pemufakatan jahatnya untuk menyuap. Kalau tidak ada deal, Kejaksaan apa dasarnya?," ujar dia.
"Sama seperti kasus pembunuhan, ada orang yang menyuruh dan si pelaksana (pembunuhan) telah bersepakat, 'nanti kalau kamu berhasil membunuh dapat sisanya sekian'. Kemudian tertangkap, mereka bisa dijerat pemufakatan jahat, karena ada kesepakatan untuk membunuh," terang Mudzakir.Â
Sementara itu, dalam ruang lingkup UU Tipikor, pemufakatan jahat bisa terlihat dalam kasus pengamanan perkara korupsi Dana Bantuan Sosial Provinsi Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Agung. Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan mantan Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, sebagai tersangka.
"Di kasus itu ada (pemufakatan jahat), bahkan itu lebih dari pemufakatan jahat, karena sudah terjadi pidana suapnya. Kalau Novanto itu baru bicara ini itu, belum ada dealnya," kata Mudzakir.
Bagi Mudzakir, kasus pengamanan Dana Bansos yang menyebut keterlibatan Jaksa Agung HM Prasetyo itu sudah bisa dikualifikasikan tindak pidana suap. "Kalau melihat kontruksi pengakuan saksi di persidangan, si saksi sudah menyediakan uang untuk jaksa agung, kan menjanjikan sudah ada. Maka itu disebut tindak pidana suap," tegas dia.
Evy Susanti, istri Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho diketahui pernah menyiapkan dana hingga ribuan Dolar untuk Jaksa Agung, HM Prasetyo.
Hal tersebut terungkap dari keterangan Fransisca lnsani Rahayu alias Sisca saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 16 November 2015.
Menurut Sisca, Evy sempat mengungkapkan bahwa dia telah menyiapkan sejumlah dana, baik untuk Jaksa Agung, maupun untuk Rio Capella.
"Setelah Pak Rio pulang kita bicara ringan sedikit, kemudian sebelum pulang, bu Evy bilang 'mba tolong sampaikan ke Pak Rio yah, untuk urusan Jaksa Agung ada dana US$20 ribu, kemudian untuk Pak Rio ada sendiri'," kata Sisca. (ren)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, menilai dugaan pemufakatan jahat yang tengah diusut Kejaksaan harus ada dasar hukumnya. Sebab konteks pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi adalah adanya upaya untuk melakukan penyuapan.