Jelang Pilkada, Perajin Keris Kebanjiran Order
- VIVA/Dyah Pitaloka
VIVA.co.id - Segala cara ditempuh calon kepala daerah untuk meraih simpati rakyat dan kemenangan pada pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dihelat pada 9 Desember 2015 mendatang. Mulai dari cara rasional hingga klenik ditempuh untuk meraih kemenangan.
Padepokan Satria Mataram-Kendalisodo di Desa Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, yang dipimpin Mpu Kanjeng Raden Arya Nata Kusuma Cakrahadiningrat mengaku mengalami peningkatan jumlah pesanan keris pusaka jelang pilkada serentak.
Dari rata-rata tiga buah keris per bulan, menjelang pilkada pesanan keris naik hingga 17 buah. Keris dengan tujuan pengasihan paling banyak dipesan oleh pasangan calon peserta pilkada.
"Menjelang Pilkada itu sangat ramai sekali. Pesanan sudah masuk sejak enam sampai tiga bulan lalu," kata Mpu Arya, Jumat 4 Desember 2015.
Pembuat keris yang sudah mulai menempa sejak usia sembilan tahun itu menyebut, peserta pilkada banyak memesan keris pengasihan untuk meningkatkan popularitas dan menarik simpati pemilih.
Keris pengasihan dan pendongkrak pamor seperti Dapur Singo Barong, Dapur Sengkelat, dan Dapur Jangkung Mangkunegoro banyak dipesan oleh peserta pilkada serentak yang berasa dari banyak wilayah, tidak hanya di Pasuruan, Malang, tetapi juga di wilayah Jawa Timur lain dan luar Jawa.
"Justru mereka pesan untuk proses kampanye, mendongkrak popularitas dan simpati pemilih," katanya.
Dalam waktu tiga hingga enam bulan, Mpu Arya mampu menyelesaikan keris pesanan lewat berbagai ritual seperti meditasi, puasa sebelum membuat dan puasa mutih ketika proses menempa keris berlangsung. Namun, ada pula peserta Pilkada yang membeli keris yang telah jadi.
"Saya juga ada stok yang sudah jadi. Mereka tinggal memilih dan disesuaikan dengan aura dan pamor keris," ujar Mpu Arya.
Dalam membuatkan keris pesanan, Mpu keturunan pembuat keris dari Keraton Surakarta itu selalu melalui proses meditasi dan tirakat. Itu untuk melihat keris yang cocok bagi pemesan. Ada kalanya keris pesanan dari pembeli tak mendapat restu setelah melalui tirakatan.
"Misalnya ada pemesan yang kaya, ingin memesan keris berpamor besar, seperti Sengkelat misalnya. Setelah tirakat, ternyata tak ada restu untuknya. Artinya keris Sengkelat akan membawa aura buruk jika dibawa oleh pemesan," papar dia.
Namun, untuk menyiasati agar pemesan tak sakit hati, Mpu Arya pun tetap membuatkan keris pesanan, namun dengan bahan berbeda. "Pernah terjadi, mungkin keris berlawanan dengan sifat pemesan sendiri, mungkin pemilik tak kuat, mungkin hal buruk bisa terjadi. Agar tak menyakiti, tetap dibuatkan tapi dengan pamor keris yang netral," katanya.
Selain itu, sebelum membuatkan keris pesanan para peserta pilkada, perajin keris banyak meneruskan pakem dari Empu Brojoguno, pembuat keris di masa Pakubuwono 1 hingga 3, dan banyak berbincang dengan pemesan.
Sebab, dalam kontes pilkada hanya akan menghasilkan satu pasangan calon di satu daerah. Sementara itu, pemesan keris yang datang lebih dari satu.
"Kami sudah ada pembicaraan dan juga gambaran kesempatan peserta di pilkada nanti. Jika mereka kalah itu sudah masuk dalam pembicaraan tadi," ujarnya.
Sebuah keris yang berasal dari bahan campuran besi dan batu meteorit yang ditempa dengan api, dan berbahan bakar kayu tertentu dihargai antara Rp13 juta hingga Rp 25 juta, tergantung tingkat kesulitannya.
"Keris ini karya seni Adiluhung dan menggunakan pendekatan metalurgi. Jangan terkecoh dengan khodam (jin), itu bukan inti dari keris. Aura yang keluar bisa dijelaskan dengan pendekatan metalurgi," paparnya. (asp)