Karena Alasan Teknis, Polisi Pukuli Pendemo di HI
- VIVA.co.id / Foe Peace
VIVA.co.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan polisi saat penangkapan 306 mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang menggelar unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Selasa, 1 Desember 2015.
Menurut Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, aksi damai dalam rangka peringatan 1 Desember adalah hak untuk menyatakan pendapat di muka umum yang melekat bagi semua orang dan dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Namun, polisi tetap menghalangi aksi dari AMP tersebut. Aksi yang diselenggarakan sejak Selasa pagi itu dihadang polisi. Bahkan, sempat terjadi kekerasan selama berlangsungnya aksi.
"Dari beberapa informasi yang berhasil didapatkan, kekerasan tidak hanya dialami oleh para mahasiswa yang menjadi massa aksi, namun juga oleh rekan-rekan media," ujar Alghiffari dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 Desember 2015.
Kekerasan yang dialami oleh masa aksi di antaranya menjadi korban penembakan gas air mata dan dipopor dengan senjata hingga luka-luka. "Alih-alih mengawal keberlangsungan aksi tersebut, pihak Kepolisian justru meminta para massa aksi untuk membubarkan aksi mereka," katanya.
Dalam upaya pembubaran, kata Alghiffari, polisi menggunakan alasan teknis untuk membungkam hal yang lebih substansi. "Alasan surat tidak diantar secara langsung dan hanya di fax dua hari sebelum aksi adalah alasan yang tidak prinsipil di samping substansi yang hendak disampaikan oleh 306 mahasiswa Papua mengenai ketidakadilan yang selama ini mereka rasakan sebagai orang Papua," katanya menjelaskan.
Alghiffari menerangkan, perlakuan pemerintah terhadap masyarakat Papua selalu berbentuk ketidakadilan dan pelanggaran HAM yang masih berlaku hingga saat ini. "Bahwa praktik-praktik represif masih sering terjadi di bumi Papua hingga saat ini. Berbagai pergantian rezim di Indonesia, sejak rezim Orde Baru hingga rezim pemerintahan Jokowi saat ini tidak juga mampu
menghadirkan keadilan di bumi Papua. Otsus dan Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang diberikan oleh pemerintah juga tidak kunjung menyejahterakan masyarakat Papua. Dan kini, ketika masyarakat Papua mencoba menyampaikan kejenuhan mereka akan ketidakadilan di Papua, justru para aparat membungkam mereka," ujarnya menegaskan.
Untuk itu, LBH Jakarta mengecam tindakan Kepolisian yang membungkam suara rakyat Papua. "Ketidakadilan tidak bisa dibungkam, ketidakadilan hanya bisa diselesaikan dengan mengubah kondisi yang tidak adil menjadi adil. Pendekatan kekerasan, pemenjaraan hanya akan menjadi bahan bakar bagi yang meneguhkan rakyat Papua untuk semakin lantang menyuarakan ketidakadilan."
(mus)