Pengelolaan Air di Indonesia Keliru
Minggu, 22 November 2015 - 16:53 WIB
Sumber :
- FAA PPMI
VIVA.co.id
- Menurut laporan WHO tahun 2004, Indonesia memiliki cadangan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Namun pengelolaan yang tak bijak membuat banyak penduduk tak mendapatkan haknya.
Pengelolaan air di negara ini telah mengabaikan prinsip bahwa air adalah hak universal (hak asasi manusia) dari warga negara. “Sejatinya terpenuhinya akses terhadap air adalah hak asasi warga negara,” kata Mustakim, Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) dalam diskusi bertema “Memajukan Hak Rakyat atas Air untuk Pembangunan Berkelanjutan,” di Plaza Festival, Jakarta Selatan, Minggu, 22 November 2015.
Secara gradual, meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan UU No.7 tahun 2004, namun swasta masih dominan dalam penggunaan air dalam volume yang besar. Bahkan dalam beberapa hal, swasta terkesan memonopoli wilayah konsesi dari hulu hingga hilir. Eksploitasi air yang berlebih dan kurang tepatnya pengelolaan oleh swasta tidak jarang berimplikasi terhadap terganggunya siklus air, dan selanjutnya, menjadi penyebab kelangkaan air.
Dampak dari pengelolaan komersil dan private di atas, menurut Mustakim, menyebabkan akses rakyat terhadap sumber daya air terganggu. Hak masyarakat menggunakan sumber daya air untuk kebutuhan pokok menjadi terbatasi. Padahal, negara memiliki kewajiban menyediakan air minum dan air bersih. Penyediaan itu tidak cukup hanya dimaknai secara volume, namun juga secara kualitas air serta kemudahan untuk mendapatkannya.
“Jakarta adalah contoh buruknya pengelolaan air. Tarif air di Jakarta paling mahal di Asia Tenggara, tapi kualitasnya dan debitnya rendah. Akibatnya banyak yang terpaksa mengkonsumsi air yang tidak sehat,” katanya.
Tarif air di Jakarta berkisar antara Rp 1.050 hingga Rp 14.650 per meter kubik, atau rata-rata sekitar Rp 7.850 per meter kubik.
Itulah sebabnya, FAA PPMI mendorong pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air warga secara menyeluruh dan berkelanjutan. “Apalagi, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvesi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Poin dari konvensi itu, telah dijabarkan dalam pasal 33 ayat 3, dan pasal 28, 28H, 28I UUD dan pasal 11, UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, “ kata Mustakim.
Sejauh ini, lanjut Mustakim, setelah MK membatalkan UU No.7 tahun 2014, kebijakan mengenai pengelolaan air dikembalikan ke UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan. Masalahnya, UU No.11 tahun 1974 belum melihat air sebagai hak universal dan belum mengatur kewajiban Negara menyediakan air bagi warga Negara sebagai kewajiban HAM.
FAA PPMI meminta pemerintah untuk menghadirkan regulasi mengenai pengelolaan air dengan mempertimbangkan prinsip hak asasi manusia ke dalam kebijakan pengelolaan air. Menurut FAA PPMI, gagasan itu sangat beralasan karena Indonesia telah meratifikasi Sembilan Konvesi Utama Internasional mengenai HAM. Selain itu, pemerintah juga sudah meratifikasi ke-9 konvesi tersebut dan selanjutnya dijabarkan ke dalam konstitusi dan berbagai UU HAM.
Baca Juga :
'Airnya buat Ngasih Minum Sapi Dulu Pak'
Temuan Mengejutkan BPOM dari Air Isi Ulang
Banyak depot isi ulang belum mengantongi izin dari Dinas terkait.
VIVA.co.id
22 Desember 2015
Baca Juga :