Kasus Suap Gatot Pujo, KPK Periksa Politikus Demokrat
- ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id - Anggota Komisi Xl DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Rooslynda Marpaung, dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 18 November 2015.
Dia diperiksa dalam kasus dugaan suap terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara terkait pengesahan APBD dan pembatalan hak interpelasi.
Roosylnda akan diminta keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho. "Diperiksa sebagai saksi untuk GPN," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
Terkait perkara ini, penyidik telah menetapkan lima orang tersangka dari pihak DPRD Sumut karena diduga pernah menerima suap dari Gatot. Mereka antara lain Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Saleh Bangun; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Chaidir Ritonga; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Sigit Pramono Asri; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Kamaluddin Harahap serta Ketua DPRD Sumut Periode 2014-2019, Ajib Shah.
Kelimanya diduga merupakan pihak penerima suap dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho.
KPK menduga Ajib turut menerima suap bersama dengan Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Saleh Bangun serta Wakil Ketua DPRD Sumur periode 2009-2014, Chaidir Ritonga.
Ketiganya diduga menerima suap terkait beberapa hal yakni terkait dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, terkait persetujuan perubahan APBD tahun 2013, terkait pengesahan APBD tahun 2014, terkait pengesahan APBD tahun 2015, terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban anggaran tahun 2014. Serta terkait penolakan penggunaan hak interpelasi oleh anggota DPRD tahun 2015.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Kamaludin Harahap dan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Sigit Pramono Asri diduga telah menerima janji atau hadiah dari Gatot terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, persetujuan perubahan APBD tahun 2013, pengesahan APBD tahun 2014, serta pengesahan APBD tahun 2015.
Atas perbuatannya tersebut, kelimanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ase)