Korupsi e-KTP, KPK Periksa Pegawai lndosat
- ANTARA/Reno Esnir
VIVA.co.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap satu orang pegawai PT lndosat bernama M. Burhanudin, Senin, 16 November 2015.
Burhanudin akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri tahun Anggaran 2011-2012.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S (Sugiharto), kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
Sebelumnya, KPK menduga PT Pos Indonesia dan Indosat diduga terlibat dalam dugaan korupsi terkait proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik tahun anggaran 2011 dan 2012.
Seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Pejabat itu adalah Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sugiharto.
KPK masih terus melakukan penyidikan perkara ini dengan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Tercatat beberapa saksi yang dipanggil oleh perkara ini berasal dari pihak PT Pos lndonesia. Bahkan, salah satunya adalah mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia, I Ketut Mardjana.
"(Saksi dari pihak) PT Pos diperiksa karena ada kontrak PT Pos sebagai jasa pengiriman," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Jumat, 3 Juli 2015.
Berdasarkan kontrak tersebut, PT Pos bertanggungjawab dalam pengiriman logistik ke seluruh lndonesia, seperti di antaranya finger print dan scanner.
Terkait kontrak jasa pengiriman, PT Pos menjalin kerja sama dengan PT Quadra Solution, salah satu anggota konsorsium pemenang tender e-KTP yakni konsorsium PNRI.
Selain memeriksa saksi dari PT Pos, penyidik juga sempat memanggil petinggi dari pihak lndosat untuk dimintai keterangan. Ia adalah Leonardus Salim, Division Head Carriers & Partner Collection PT Indosat.
Pada proyek ini, Indosat merupakan subkontraktor dalam pengadaan chip sebagai basis penyimpanan data, terutama sidik jari dan identitas. "Indosat, tidak kontrak secara langsung, kontrak dapat dari konsorsium PNRI," ujar Priharsa menambahkan.
Selain itu, PT Indosat juga bertanggung jawab atas penyediaan jaringan komunikasi, agar sistem pendataan dapat tersambung dari kecamatan, kabupaten hingga ke provinsi dan pusat.
Negara Rugi Rp1,2 Triliun
Diketahui, nilai proyek pengadaan e-KTP yang berasal dari tahun anggaran 2011 dan 2012 memang cukup fantastis, yakni mencapai Rp6 triliun. Dari jumlah total pagu anggaran itu, hasil hitungan KPK terkait kerugian negara pun fantastis, yakni hingga Rp1,12 triliun.
Sejauh ini, KPK baru menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat seorang pejabat Kemendagri, Sugiharto, sebagai tersangka.
Sugiharto diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai anggaran mencapai Rp6 triliun. Berdasarkan hasil penghitungan sementara, negara diduga dirugikan sekitar Rp1,12 triliun.
Dia dijerat pasal 2 ayat 1 subsidair Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sugiharto dinilai paling bertanggung jawab pada pengadaan e-KTP karena dia juga adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut. Juru bicara KPK ketika itu, Johan Budi SP mengatakan, PPK proyek e-KTP bertanggung jawab atas kontrak dengan perusahaan rekanan. Selain itu, KPK juga mengendus sejumlah praktik penggelembungan harga.
"Misalnya terkait dengan harga satuan dalam konteks pengadaan e-KTP," kata Johan.
Dugaan korupsi dalam pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri itu tercium dari sejumlah kejanggalan yang ditemukan penyidik.
Wakil Ketua KPK saat itu, Bambang Widjojanto memberi satu contoh simpel kejanggalan dalam pengadaan e-KTP itu yakni teknologi yang dipakai. Dalam proposal proyek, kata Bambang, teknologi yang yang dipakai adalah pemindai retina (iris technology).
"Itu untuk mata. Tapi, kemudian yang banyak dilakukan selama ini menggunakan finger (jari). Sementara, teknologi CPU-nya iris," ujar Bambang, Kamis 24 April 2014 lalu. (ase)